Tak dipungkiri, perkembangan teknologi telah memudahkan segala aktifitas masyarakat. Termasuk pula upaya masyarakat untuk mendengarkan dakwah atau ceramah, yang bisa dilakukan secara virtual. Apalagi masa pandemi seperti sekarang, turut mendorong peningkatan aktifitas secara virtual. Dakwa atau ceramah virtual, mulai marak digemari karena sangat memudahkan bagi masyarakat. Cukup dilakukan dari rumah masing-masing, dakwah virtual bisa dilakukan.
Namun sebelum pandemi, dakwah virtual ini mulai dimanfaatkan oleh kelompok radikal, untuk menyebarkan bibit-bibit radikalisme. Bahkan, ada pemberiataan yang menyatakan bahwa Badan Kerohanian Islam atau Bakis PELMI, yang membatalkan aktifitas kajian di bulan Ramadan ini. Pembatalan tersebu karena tidak memenuhi prosedur dan ketentuan yang berlaku. Dan selain itu, ada dugaan tokoh agama yang mengisi kajian tersebut berafiliasi dengan kelompok wahabi, yang mempunyai  pandangan takfiri, sama dengan kelompok teroris.
Publik pun merespon positif pembatalan tersebut. Ternyata, Ramadan pun tidak menyurutkan kelompok beraliran garis keras untuk menyebarkan propaganda radikalisme. Satu hal yang perlu digarisbawahi, pemerintah atau pihak manapun tidak akan melakukan pelarangan ceramah, dakwah atau kajian. Sepanjang acara tersebut memenuhi protokol kesehatan, tidak masalah dilakukan. Yang menjadi masalah adalah jika materi yang dibawakan mengandung konten intoleransi, provokasi dan radikalisme.
Seperti kita tahu, praktek radikalisme yang mengarah pada terorisme masih terus terjadi di negeri ini. Sebelum Ramadan tahun ini, kembali terjadi aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pasangan suami istri di halaman gereja Katedral Makasar. Tak lama kemudian muncul perempuan muda yang mencoba melakukan teror di Mabes Polri, dengan menggunakan airgun pistol. Setelahnya masih banyak lagi rangkaian aktifitas penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88. Ini menunjukkan bahwa jaringan ini tidak pernah diam. Mereka masih ingin berusaha menunjukkan eksistensinya. Dan salah satu cara yang digunakan adalah melalui ceramah, dakwah atau kajian yang dilakukan secara virtual.
Jika diantara kita ingin memperdalam agama di masa pandemi, sebaiknya memilih tokoh agama yang benar. Perkuatlah literasi keagamaan kalian, agar kita tidak mudah percaya dengan pernyataan tokoh tertentu. Padahal pernyataan tersebut jelas-jelas salah. Contoh yang paling jelas adalah perbedaan pemahaman tentang arti jihad. Masih saja ada yang memahami jihad dengan cara-cara kekerasan, karena dianggap menegakkan agama. Padahal, agama tidak pernah mengajarkan cara-cara kekerasan untuk mewujudkan keinginannya. Dan dalam konteks sekarang, bekekerja, beribadah, bahkan menahan hawa nafsu juga bagian dari berjihad. Lalu, kenapa harus berjihad dengan cara yang salah?
Mari isi bulan yang suci ini dengan memperbanyak berbuat baik. Dan perbuatan baik ini banyak sekali jenisnya. Tidak hanya beribadah, menghargai, tolong menolong, senyum atau yang lebih sederhana lagi juga banyak. Tidak perlu mencaci maki, tidak perlu menebar kebencian, apalagi memprovokasi hanya karena persoalan berbeda pandangan atau keyakinan. Ingat, kita semua pada dasarnya sudah berbeda. Tidak perlu lagi mempersoalkan perbedaan. Jika di bulan Ramadan kita bisa berdampingan melakukan sholat berjamaah, kenapa di luar itu kita tidak bisa berdampingan? Semoga bisa jadi renungan bersama, untuk terus mempromosikan perbuatan baik kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja. Salam.