Kata toleransi menjadi kata yang mungkin sering dimunculkan dalam kehidupanya maya dan nyata. Kata toleransi tak bisa dilepaskan dari maraknya ujaran kebencian, yang masih terus terjadi dalam beberapa tahun kebelakang. Kebencian di dunia maya ini, tak hanya membuat kebingungan di tengah masyarakat, tapi juga telah berhasil memprovokasi untuk melakukan tindakan. Nah persoalannya adalah tindakan yang dimaksud adalah tindakan yang mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok.
Isu radikalisme sempat menguat di Indonesia. Di era kemajuan teknologi tersebut, isu radikalisme seringkali masuk melalui dunia maya. Propaganda radikalisme telah membuat banyak orang bergabung dengan kelompok ISIS. Propaganda menyesatkan ini juga banyak membuat keramahan berubah menjadi kemarahan. Ironisnya, kemarahan ini seringkali tidak jelas dasarnya. Kemarahan muncul hanya karena doktrin intoleransi dan kebencian.
Belakangan, isu rasisme kembali muncul ke publik. Insiden pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya dan dugaan diskriminasi mahasiswa Papua di Malang, Jawa Timur, berujung pada kemarahan dan aksi protes di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat. Aksi ini berujung pada kericuhan dan pembakaran di sejumlah tempat. Praktek rasisme ini ternyata juga menyeruak di dunia maya, yang berujung pada kemarahan kolektif.
Belajar dari kejadian diatas, pertanyaannya kemudian, perlukah saling provokasi antar sesama? Perlukah mencari kejelekan orang lain dan mempublikasikan melalui media sosial? Jika kita sepakat menyatakan tidak perlu, maka hentikanlah mulai detik ini juga, untuk tidak menuduh orang ini itu, untuk tidak menghakimi orang dengan dasar apapun, ataupun merasa dirimnya paling benar dan melihat orang lain selalu dari pihak yang salah.
Mari kita saling introspeksi diri. Mari bertanya pada diri sendiri, apakah kita sudah mengedepankan nilai-nilai toleransi? Apa susahnya bertegur sapa dengan keramahan? Apa susahnya saling menghargai tanpa harus mencari kejelekan dan mempersoalkan perbedaan yang melekat dalam dirinya? Bukankah kita ini memang saling berbeda? Bukankah Tuhan menciptakan manusia itu saling berbeda satu dengan lainnya? Karena itulah kita semua dianjurkan untuk saling mengenal agar bisa saling mengerti.
Indonesia sudah beragam sejak dari awal. Tak perlu mempersoalkan kenapa fisik kita berbeda. Tak perlu juga mempersoalkan keyakinan, agama dan budaya kita yang saling berbeda. Mari kita pikirkan bagaimana keragaman keyakinan, budaya dan bahasa itu tetap terjaga. Mari kita pikirkan agar persatuan dan kesatuan di negeri ini tetap terjaga.Â
Dengan persatuan, terbukti kita bisa bebas dari penjajahan dan berhasil merebut kemerdekaan. Dengan bersatu, terbukti yang berat menjadi ringan, yang susah menjadi mudah, dan yang kerukunan bisa terjaga karena semua orang saling bantu antar sesama. Dan untuk bisa menuju persatuan Indonesia, diperlukan komitmen untuk tetap mengedepankan toleransi. Salam damai.