Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ramadan dan Upaya Membersihkan Hati dari Bibit Kebencian

16 Mei 2019   00:39 Diperbarui: 16 Mei 2019   00:44 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Saling Membenci - kompasiana.com

Beberapa waktu lalu, dunia maya ramai membicarakan pernyataan seorang anak muda, yang mengaku akan memenggal kepala negara. Pernyataan itu kemudian sengaja disebarkan, sampai akhirnya menjadi viral. Sang pemuda akhirnya ditangkap oleh petugas, dan terancam pidana kerena telah melakukan dugaan tindak pidana. Kini, pemuda itu menyesal dan meminta maaf. Pernyataan ini tentu membuat kita miris. Sebelumnya begitu berapi-api, akan melakukan tindak pidana. Dan setelah ditangkap, tidak bisa berkutik apa-apa. Ini adalah salah satu contoh yang bisa kita jadikan pembelajaran bersama.

Di luar itu, mulai ramai provokasi untuk melakukan people power dengan cara turun ke jalan. Dalam konteks demokrasi, unjuk rasa memang merupakan hal yang wajar dan diatur dalam undang-undang. Namun konteks poople power yang terjadi akhir-akhir ini, tidak hanya sebatas aksi unjuk rasa, namun ada niat untuk mendeligitimasi pemimpin terpilih. Padahal, cara-cara semacam ini sebenarnya tidak dibenarkan. Jika menilai ada kecurangan, ada mekanisme hukum untuk menyelesaikan. Jangan justru menebar kebencian, mendeligitimasi pemerintah, dan menyatakan pernyataannya paling benar.

Sekedar mengingatkan. Saat ini adalah masih masuk di bulan Ramadan. Bulan yang selalu senantiasa dinantikan oleh umat muslim di seluruh penjuru dunia. Bulan dimana seluruh umat muslim berlomba berbuat kebaikan. Bulan Ramadan adalah bulan penghapusan dosa. Namun jika kita melihat apa yang dilakukan oleh elit politik, atau pihak-pihak yang sempat terlibat dalam perhelatan demokrasi pilpres kemarin, sungguh jauh dari esensi Ramadan itu sendiri. Bahkan, kelompok-kelompok yang senantiasa membawa nilai-nilai agama, juga terlihat emosional ketika menyikapi hasil dari pesta demokrasi kemarin.

Secara undang-undang, Komisi Pemilihan Umum diberi kewenangan untuk menjalankan pesta demokrasi secara jujur dan adil. Jika memang ditemukan ada kecurangan, banyak mekanisme hukum untuk menyelesaikan. Lantas tidak bisa diklaim bahwa simpatisan mereka jumlahnya puluhan juta. Semestinya jumlah tersebut bisa mengalahkan pasangan calon lain. Hal-hal yang sifatnya asumsi dan anggapan ini, semestinya tidak dijadikan pembenaran. Karena tidak ada yang bisa memastikan pilihan seseorang.

Sebentar lagi, tepatnya pada 22 Mei 2019, KPU akan menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih berdasarkan hasil penghitungan. Dan siapapun yang akan ditetapkan, kita selaku masyarakat juga harus mau menerima pemimpin terpilih. Begitu juga sebaliknya. Presiden dan wakil presiden terpilih, juga harus mau dan mampu merangkul pihak-pihak yang sebelumnya bersebarangan. Tidak perlu mengerahkan massa, untuk melampiaskan kekalahan. Ingat, dalam pesta demokrasi, tidak ada yang menang ataupun yang kalah. Karena esensi dari demokrasi adalah ketika kita bisa menghargai kemenangan dan kekalahan itu sendiri.

Mari kita sikapi penetapan KPU ini dengan suka cita. Mari kita sikapi segala peristiwa politik yang ada di negeri ini, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Karena kebetulan saat ini masih memasuki bulan Ramadan, jadikanlah momentum penetapan KPU ini sebagai momentum untuk saling menghargai dan menjunjung tinggi keberagaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun