Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjaga Kampus dari Pengaruh Benih Radikalisme

13 November 2018   08:18 Diperbarui: 13 November 2018   08:55 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perguruan Tinggi - tribunnews.com

Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak-anak kita. Mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Termasuk pesantren dan sekolah-sekolah yang berbasis agama. Keberadaan sekolah tersebut harus steril dari segala pengaruh buruk, agar generasi yang lahir adalah generasi yang cerdas namun tetap mengedepankan budaya saling menghormati dan menghargai.

Generasi yang inovatif tapi tetap ramah kepada siapa saja dan bukan mengedepankan amarah. Karena itu, penting kiranya bagi semua pihak untuk menjaga agar sekolah bisa terbebas dari segala kepentingan yang tidak baik.

Kenapa sekolah harus menjadi tempat yang netral? Karena seiring dengan perkembangan zaman, generasi muda sudah menjadi target oleh kelompok radikal. Sekolah mulai disusupi bibit-bibit  radikalisme.

Setelah ledakan bom Thamrin di Jakarta, ditemukan buku bacaan untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) di Depok, Jawa Barat, yang berisi muatan jihad dan bom. Padahal, jihad yang sesungguhnya tidak perna mengajarkan untuk mengakhiri atau menghilangkan nyawa dengan meledakkan bom. Setingkat PAUD saja, sudah disusupi dengan buku-buku radikal.

Di level SD hingga SMA atau sederajat, memang belum muncul pemberitaan tentang masuknya buku-buku radikal di sekolah. Namun, tidak sedikit anak-anak usia SMP hingga SMA yang menjadi pelaku peledakan bom. Dulu mereka terpapar melalui pergaulan, namun sekarang mereka terpapar melalui propaganda radikalisme di internet.

Bagaimana dengan level perguruan tinggi? Pengaruhnya tak kalah mengerikan. Setelah Setelah keluarnya keputusan direktur jenderal nomor 26/DIKTI/KEP/2002 tentang pelarangan organisasi ekstra kampus atau partai politik dalam kehidupan kampus, berdampak pada kevakuman mahasiswa yang memang terbiasa berdiskusi di dalam kampus.

Jika sebelumnya organisasi kemasyarakat pemuda (OKP) seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), hingga Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menjadi tempat untuk berdiskusi, berdialektika dan berekspresi, sejak keluarnya keputusan tersebut kampus menjadi tempat yang sepi.

Akibatnya, terjadi kekosongan dalam aktivitas mahaiswa. Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk mengenalkan konsep khilafah di dalam kampus. Mungkin kita masih ingat sebuah video yang sempat viral di salah satu kampus besar di Bogor, Jawa Barat, para mahasiswa memproklamirkan dukungan kepada kekhilafahan.

HTI yang sempat menguasai kampus kemudian dibubarkan pemerintah. Namun ideologi tersebut hingga saat ini masih ada. Artinya, bibit radikalisme dan intoleransi masih berpotensi kembali menguat di dalam kampus.

Untuk mencegah itu pemerintah kemudian mengeluarkan Permenristekdikti no 55 tahun 2018 tentang pembinaan ideologi kebangsaan dalam kegiatan mahasiswa di kampus. Permen ini dimaksudkan untuk membendung pengaruh bibit radikal dan intoleran di dalam kampus, serta menguatkan ideologi kebangsaan dengan merangkul kembali organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP).

Artinya, PMII, HMI, KAMMI dan GMNI kembali diperbolehkan masuk ke dalam kampus. Dengan adanya organisasi ekstra kampus ini, diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan alternative tempat, untuk bisa mengembangkan kreativitasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun