Mohon tunggu...
Akhmad Rozi
Akhmad Rozi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bertutur sapa, berbagi pengetahuan. \r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pantang Menyerah, Meskipun Cacat

14 Juni 2011   20:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:30 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_116611" align="aligncenter" width="640" caption="Mbah Sutrisno, meski cacat sejak umur 15 tahun sudah mandiri (Gb: Dok. Akhmad Rozi)"][/caption] Meskipun kondisi tubuhnya tidak sempurna, Sutrisno (70) atau yang sering dipanggil Mbah Tris tidak mau begitu saja menyerah kepada nasib. Kedua tangannya, tidak memiliki pergelangan. Kedua kakinya, tampak mengecil. Dalam kondisi seperti ini, ia masih giat bekerja yakni menjahit sepatu atau sandal. Kadang-kadang  juga menerima perbaikan alat elektronik (service elektronik). Dari jasa menjahit sepatu atau sandal itulah ia memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama untuk kebutuhan makan. Tetapi usaha yang ditekuninya, tidak menentu. "Yang menjahitkan sepatu, juga tidak tentu mas, kandang ada, kadang tidak. Ya beginilah keadaannya. Tapi saya masih bersyukur kepada Tuhan karena masih diberikan kesempatan untuk hidup" ujarnya Sebelum menekuni usaha jahit menjahit sepatu, Mbah Tris menjadi tukang tambal ban, di dekat Balai Desa Panggung. Menurutnya, sewaktu menjadi tukang tambal ban, penghasilannya cukup lumayan untuk mencukupi kebutuhan sehari. Tetapi, usaha itu sudah tidak ditekuninya lagi, karena sudah tidak memiliki alat. "Alat-alat kami, diambil pencuri mas. Pada waktu itu kami ke Jawa, nengok saudara, nengok orang tua, sesampai di sini, alat-alat hilang semua. Kejadian itu kira-kira tahun 2000-an mas. Kok tega ya, orang mencurinya. Padahal itu satu-satunya sumber penghidupan kami", katanya.

Menurut cerita Mbah Tris, ia merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Ketiga saudaranya tidak memiliki kekurangan fisik seperti dirinya. “saudara-saudara saya normal, dan semua bertani”, ujarnya. Meskipun ia memiliki tubuh yang kurang sempurna, sejak umur 15 tahun sudah bekerja mandiri. Orang tua Sutrisno berasal dari Jumoro Kabupaten Nganjuk Jawa Timur. Pada tahun 1930, orang tua Sutrisno, dikirim ke Kalimantan, yang waktu itu masih bernama Borneo, oleh Penjajah Belanda.

Mbah Tris, kini tinggal di Desa Panggung Rt.13b Kecamatan Pelaihari bersama kakaknya, Sunardi atau dipanggil Mbah Nardi. Dalam usianya yang relatif sudah tua itu, ia tetap bekerja. “Bila ada bantuan peralatan, saya akan menekuni service elektronik. Alat-alat yang ada tidak cukup memadai untuk usaha service elektronik. Harapan kami ada bantuan. Kalau kembali menekuni tambal ban, tenaganya sudah tidak kuat mas”, ujarnya.

Ia berharap kepada pemerintah dapat memberikan bantuan. Menurutnya, selama ini ia tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah seperti Program Bantuan Tunal (BLT). Dan sejenisnya. “Semoga pemerintah peduli kepada kami”, pintanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun