Mohon tunggu...
Akhmad Safa
Akhmad Safa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Halo, Saya Akhmad Safa mahasiswa tingkat pertama Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kriris Keteladanan Berbangsa dan Bernegara Masyarakat Indonesia

6 Juli 2022   22:50 Diperbarui: 6 Juli 2022   23:06 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Secara umum keteladanan adalah suatu yang patut dicontoh karena kebaikannya, sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, teladan yaitu sesuatu yang patut ditiru atau contoh baik. 

Keteladanan memang mudah dikatakan, tetapi sulit untuk dilakukan sebab keteladanan lahir melalui proses pendidikan yang panjang; mulai dari pengayaan, materi, perenungan, penghayatan, pengamalan, ketahanan, hingga konsentrasi dan aktualisasi. Dalam asas ini, pendidikan mengalami krisis keteladanan sehingga dibutuhkan perbaikan pada pendidikan setiap karakter. 

Secara sederhana, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada anak didik yang meliputi komponen, pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan, hingga bangsa.

Selama pandemi hampir semua kegiatan dilakukan di rumah, mulai dari bersekolah, berkuliah, hingga bekerja. Berbagai aktivitas yang awalnya dilakukan secara luring kini dilakukan secara daring sehingga lama paparan yang didapat setiap orang terhadap aplikasi daring sebagai sarana komunikasi pun menjadi meningkat dan dampak negatif yang ditimbulkan tidak bisa dihindari. 

Globalisasi yang terjadi membuat batas antardunia menjadi semakin kabur. Tayangan yang ada di berbagai media massa masuk, menyebar, dan diterima begitu cepat oleh para generasi muda tanpa difilter dengan baik sehingga orang tua dan guru atau dosen pun cukup kewalahan mengatasinya. 

Dampak negatif yang terlihat secara nyata adalah pola pikir generasi muda yang semakin jauh dari pendidikan karakter yang telah ditanamkan oleh para leluhur bangsa. Pengadopsian budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia mengakibatkan generasi muda mengalami gejolak ingin mengubah tatanan norma. Pendidikan yang diajarkan di sekolah atau perguruan tinggi cenderung pada akademis saja dan semakin terasa tidak efektif ketika era pandemi. 

Sebanyak 66% dari empat ribu lebih siswa merasa tidak nyaman selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan 38% di antaranya merasa kekurangan bimbingan dari gurunya (UNICEF, 2020). 

Jika hal ini terus berlanjut maka Indonesia bisa mengalami lost generation, suatu keadaan yang mengacu pada masa setelah Perang Dunia kedua yang mana generasinya tidak tahu arah dan tujuan hidup karena kekurangan atau bahkan tidak adanya bekal pendidikan karakter dalam diri mereka.

Krisis keteladanan dalam berbangsa dan bernegara juga baru-baru ini menjadi topik yang ramai dibicarakan ketika ada kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen terhadap mahasiswanya. Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi melainkan juga pernah terjadi sebelumnya di berbagai institusi lain. 

Menurut Prof. Sulistyowati Irianto (2021), kekerasan seksual biasanya disembunyikan dan jarang dibawa ke ranah hukum karena secara politik mampu memperburuk reputasi institut yang bersangkutan. 

Di sisi lain, trauma yang dirasakan oleh korban bisa bertahan seumur hidup dan bisa jadi menghambat kinerja karier atau produktivitasnya di masa depan. Sangat disayangkan bahwasannya seorang dosen yang mana dihormati sebagai pengajar melakukan perbuatan tidak baik ini dan parahnya lagi kebanyakan kasus "hanya" diselesaikan secara kekeluargaan. 

Bangsa Indonesia sendiri memiliki pepatah guru kencing berdiri murid kencing berlari, yang mana bisa diartikan ketika seorang pengajar mencontohkan sesuatu yang buruk maka anak didiknya bisa saja melakukan sesuatu yang lebih buruk dari pengajarnya dan hal inilah yang menjadi kekhawatiran banyak orang.

Kemudian, krisis keteladanan dalam berbangsa dan bernegara tidak hanya terjadi bidang pendidikan saja melainkan juga terjadi di bidang politik dan birokrasi. Hasil survei yang dirilis oleh Lembaga Survei Indonesia pada Desember 2020 menunjukkan penilaian masyarakat Indonesia terhadap tindak korupsi selama dua tahun terakhir adalah naik menjadi 45,6%. 

Pelaku korupsi terbanyak berasal dari kalangan ASN, yaitu sebanyak 162 orang sepanjang semester pertama tahun 2021 (ICW, 2021). 

Tindak korupsi yang dilakukan oleh banyak pemimpin bangsa menimbulkan rasa kekhawatiran di antara generasi muda Indonesia. Survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia, sebanyak 64% responden berusia 17-35 tahun mengaku sangat khawatir terhadap permasalahan korupsi. 

Kekhawatiran ini bisa dimengerti karena kerugian yang ditanggung negara akibat korupsi pada semester pertama tahun 2021 mencapai lebih dari 26 triliun. Jumlah ini meningkat dibanding dua tahun sebelumnya yang "hanya" sekitar 18 triliun. Penyebab meningkatnya tindak pidana korupsi tersebut adalah pengawasan dari pemerintah yang buruk dan adanya ketidakterbukaan informasi yang diberikan oleh aparat penegak hukum (ICW, 2021).

Untuk menyelesaikan masalah moral dan karakter bangsa ini tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara parsial. Namun, harus dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Hanya dengan cara dan strategi seperti inilah pendidikan karakter akan berhasil. 

Pelaku pendidikan yang pertama dan utama dalam menerapkan konsep pendidikan karakter adalah orang tua dan guru. Orang tua dan guru atau dosen memiliki perannya masing-masing dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak mereka. Akan tetapi, peran ini dirasa belum optimal. 

Oleh sebab itu, perlu optimalisasi peran orang tua dan guru di dalam institusi keluarga dan sekolah serta dosen di dalam lingkungan perguruan tinggi. Lebih penting dari itu adalah pemberian keteladanan kepada anak-anak mereka. Tanpa adanya keteladanan, pendidikan karakter hanya terbatas sebagai slogan biasa kalau tidak bisa dikatakan sebagai proyek.

Media massa harus memiliki tanggung jawab dan bekerja sesuai dengan fungsi dan perannya dalam rangka pembangunan bangsa, bukan malah menjadi penghambat kemajuan bangsa. Setiap orang juga harus mampu bersikap cerdas dan selektif dalam memilih tayangan TV dalam rangka menjaga idealisme dalam berpikir maupun bertindak. 

Langkah-langkah seperti mengalahkan ego untuk menonton tayangan TV yang tidak bermutu, berusaha melibatkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat, beralih ke tayangan TV yang memperkaya khazanah dan menebar inspirasi, serta memunculkan orang-orang baik dari sekitar kita. 

Kita harus kembali bangkit dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sesungguhnya. Jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang seperti kerbau dicucuk hidungnya, hanya diam tanpa berbuat apa-apa. Sudah saatnya kita sebagai orang terdidik menjadi garda terdepan bagi generasi muda. Menjadi pelopor penggerak perubahan di tengah masyarakat demi tercapainya keutuhan bangsa ini; Indonesia kita bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun