Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menikmati Paradoks Sepak Bola

9 Mei 2019   13:50 Diperbarui: 10 Mei 2019   00:06 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diadopsi dari nytimes.com

Seharusnya Ajax tidak berakhir seperti ini. Musim gemilang dengan kampanye menyihir dunia tak sepantasnya berakhir begitu sakit. Erick Ten Haag harus bergerak cepat. Memulihkan luka.

Masih ada dua pertandingan liga untuk mendapatkan gelar domestik. Tapi di sana masih ada PSV. Mereka mengintai kapanpun kaki ringkih Ajax terpeleset. Jika memang gagal, tahun depan akan semakin sulit. Karena pasar mengintai hampir semua bintang Ajax.

Keajaiban Anfield

Gambar diadopsi dari theguardian.com
Gambar diadopsi dari theguardian.com
Ada banyak waktu di mana olahraga bisa terasa seperti hal yang berlebihan, dipompa pada kepentingannya sendiri. Seperti buku cerita yang berbicara hanya untuk dirinya sendiri. Dua hari ini, 8 dan 9 Mei 2019, saat seperti itu terjadi. Saat sihir bunga Lily meruntuhkan kota Amsterdam. Bisa jadi sihir tersebut mendapatkan mantra dari keajaiban yang terjadi di Anfield tepat dua puluh empat jam sebelumnya.

Keajaiban di Anfield itu harus di bagian paling atas dalam sejarah mereka. Mengingat siapa yang mereka mainkan, pentingnya kesempatan dan perasaan yang luar biasa. Terlepas dari semua yang telah disaksikan stadion ini selama bertahun-tahun, bahwa Liverpool tidak pernah bisa mengelola sesuatu yang spektakuler ini sebelumnya.

Siapa yang berani secara terbuka menjagokan Liverpool sehari sebelumnya? Memang tahun lalu mereka sampai pada laga puncak. Laga di Anfield bukanlah laga yang ingin sepenuhnya dilewati oleh The Kop. Defisit tiga gol, beberapa pemain pilar terkapar.

Kesempatan di Liga Inggris juga hampir sirna. Segenap luka tersebut sepertinya akan semakin menganga. Ada juara Spanyol bertandang menuntaskan misi. Dipimpin Lionel Messi, Blaugrana mengejar treble ketiga mereka dalam satu dekade dan koleksi Si Kuping Lebar kelima mereka dalam 13 tahun terakhir.

Tim lain mungkin saja menyusut dengan apa yang telah pada mereka. Tapi Liverpool tidak. Apa yang bisa diharapkan pada sosok Divock Origi dan Gigi Wijnaldum? Mereka pantas dimasukkan dalam kamus calon bintang gagal berkembang. Nama besar mereka hanya sampai pada mata dan telinga penggila Football Manager (FM) era 2000-an. Tidak di dunia nyata. Minimal sampai kemarin malam.

Gerakan aneh Origi terlihat begitu penuh keberuntungan saat menyambar muntahan tendangan Kapten Jordan Handerson. Itu terjadi di menit 7, seperti menghembuskan keyakinan kepada semua. Ya! Kita bisa!

Sembilan menit setelah masuk lapangan, Wijnaldum mendapatkan momentum. Gol pertamanya datang ketika Alexander-Arnold kehilangan bola, lalu memenangkannya kembali, sebelum mengirimkan umpan silang rendah dari kanan. Wijnaldum yang berlari berhasil mengirim bola melewati celah di bawah Ter Stegen. 2-3!

Gigio segera menghampiri bola dan merebutnya dari Ter Stegen. Ia mengirim pesan yang mewakili sikap Liverpool. Mereka ingin segera kembali memulai pertandingan. Tepat dua menit kemudian, Gigio kembali ada di depan gawang menerima umpan ciamik dari Shaqiri. Itu adalah tandukan memutar yang secara dramatis mengubah corak pertandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun