Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lincahnya Jempol dan Menipisnya Empati Kita

11 Agustus 2018   08:28 Diperbarui: 11 Agustus 2018   13:09 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.healthy-homeoffice.co.uk

Media sosial dengan segala kecepatan dan pilihan informasi membuat kita terkadang tidak memiliki waktu lebih. Memojokkan kita untuk bertindak tergesa dan ceroboh. 

Keinginan untuk membuat audien terhibur atau mendapat manfaat dari informasi yang kita sebar seringkali membuat pengguna medsos ingin secepat mungkin dan menjadi yang pertama. 

Benar apa yang dituliskan Yasraf Amir Pilliang dalam buku terbarunya Dunia Yang Berlari, bahwa kecepatan adalah komoditas dalam era post.Manusia era post adalah manusia yang gandrung akan kecepatan, mereka membangun identitas diri dengan kecepatan.

Cepatnya waktu dan perspective taking

Pertanyaannya adalah mengapa kita seringkali menyebarkan hal-hal yang menurut kita baik, lucu, dan bermanfaat tanpa mengindahkan perasaan orang lain? Psikologi menyebut hal demikian karena kita telah bermasalah sejak dalam pikiran. 

Kita memutuskan untuk hanya berpikir dari sudut pandang diri sendiri, bukan sudut pandang orang lain. Kita disebut lemah dalam pengambilan perspektif (perspektif taking).Pengambilan perspektif merupakan proses dalam pikiran kita saat kita memperhatikan dan membuat prediksi atas situasi yang dihadapi orang lain. 

Dalam konteks gempa, saya mencoba memahami perilaku penyebar guyonannya. Saya yakin mereka paham bahwa gempa adalah hal menakutkan, saya juga meyakini mereka tidak ingin melewatkan hidup mereka untuk merasakan gempa secara langsung. 

Melihat semua orang berlari, bangunan disekitarnya rusak dan ambruk, jeritan dan tangisan dimana-mana dan beberapa jiwa melayang. Saya sangat yakin mereka tidak akan pernah ingin melihat dan merasakan hal tersebut secara langsung. Namun, mengapa mereka tega membaca guyonan di atas, kemudian tersenyum dan menyebarkannya?

Sekali lagi, jika saja orang-orang semacam ini memiliki waktu sejenak untuk berpikir, mungkin saja jempolnya tidak akan tergesa menyebarkan guyonan tersebut. Karena pengambilan perspektif membutuhkan persepsi mendalam, ia membutuhkan sedikit waktu. 

Saat kita menemukan kiriman dan membaca guyonan di atas, kita akan dengan cepat memahaminya sebagai sebuah teks. Belum sempat kita melangkah lebih dalam melihat kondisi dan perasaan dalam sudut pandang korban, jempol kita telah menyebarkannya. 

Kecepatan, dengan demikian mereduksi jarak, mengurangi waktu. Termasuk waktu kita dalam berpikir. Saat layar menemukan sesuatu yang menurut kita unik, lucu, penting dan bermanfaat, saat itulah kita kecepatan menek(l)an kita, terus menerus sampai pada ranah ego. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun