Mohon tunggu...
Akhmad Fajar Eka Putra
Akhmad Fajar Eka Putra Mohon Tunggu... Jurnalis - mahasiswa

ingin bahagia dan bersyukur baik di dunia maupun di akhirat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Demokrasi Belum Terpenuhi

8 Desember 2019   23:34 Diperbarui: 8 Desember 2019   23:59 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demokrasi Belum Terpenuhi

* Oleh: Akhmad Fajar Eka Putra

Apa yang salah dengan sistem demokrasi saat ini? Berbicara demokrasi, Demokrasi di Indonesia adalah suatu proses sejarah dan politik perkembangan demokrasi di dunia secara umum, hingga khususnya di Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi demokrasi menurut para tokoh dan founding fathers Kemerdekaan Indonesia, terutama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Soetan Sjahrir. Selain itu juga proses ini menggambarkan perkembangan demokrasi di Indonesia, dimulai saat Kemerdekaan Indonesia, berdirinya Republik Indonesia Serikat, kemunculan fase kediktatoran Soekarno dalam Orde Lama dan Soeharto dalam Orde Baru, hingga proses konsolidasi demokrasi pasca Reformasi 1998 hingga saat ini.

Demokrasi di Indonesia dapat diartikan pengertian demokrasi bahwa sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga dengan kata lain demokrasi juga bisa diartikan secara sederhana, yaitu nama lain dari kedaulatan rakyat. Sedangkan HAM (Hak Asasi Manusia) memiliki arti umum, yaitu hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan kepada makhluk ciptaan-Nya. Sedemikian sehingga hak asasi tidak dapat dipisahkan dari keberadaan pribadi manusia itu sendiri. Adapun hubungan demokrasi dan HAM di Indonesia dapat ditinjau melalui Undang-Undang Dasar 1945 (yang sudah berkali-kali mengalami proses amandemen hingga sekarang), salah satunya:

Setiap orang bebas untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing, memilih pekerjaan, pendidikan dan pembelajaran, dan juga tempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini juga merupakan hak asasi yang mencakup hak-hak sipil dan ekonomi sebagai warga Negara Indonesia. 

Di samping itu, warga Negara juga bebas untuk pindah status kewarganegaraannya ke negara lain dan berhak pula kembali untuk menjadi warga Negara Indonesia lagi di kemudian hari.Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dengan siapapun, memperoleh informasi dari siapapun termasuk mengolah, memiliki, dan menyimpannya untuk pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu semua orang bebas untuk berserikat, berkumpul serta mengelurkan pendapatnya. Hal ini juga merupakan hak-haknya di bidang politik, sosial, dan budaya.

Dari Undang-Undang Dasar 1945 diatas mengenai HAM, bahwa setiap masyarakat Indonesia bebas menganut dan memeluk agama yang dipercayai sesuai dengan keyakinannya masing-masing, memilih pekerjaan, pendidikan dan pembelajaran, dan juga tempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Baru-baru ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan peraturan menag (permenag) Nomor 29 Tahun 2019. Kewajiban majelis taklim terdaftar di Kemenag tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) PMA 29/2019 tentang majelis taklim. Ketentuan ini berbunyi: Majelis taklim sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 harus terdaftar pada kantor kementrian agama. 

Dari peraturan menag diatas bahwa nantinya akan ada pengawasan terhadap majelis taklim di Indonesia. Didalam pasal 6 dan 9 akan ada tentang  pengawasan yang menjadi sebuah keharusan. Tentu ini bertolak belakang, Karena majelis taklim adalah institusi masyarakat madani dimana rakyat Indonesia yang diberikan hak oleh Undang-Undang berinteraksi dan berkumpul yang melakukan kegiatan dengan sukarela secara nyaman dan negara penting memberikan perhatianya. 

Negara akan memberikan haknya saja harusnya kalau negara berakyat negara juga mengaharuskan pada dirinya untuk melakukan sesuatu untuk rakyat. Dan mentri agama masih belum melaksanakan kewajiaban yang lebih substansi seperti penggajian terhadap guru agama honorer, meningkatkan kualitas pendidikan agama, dll.

Tujuan MUI menerbitkan Undang-Undang tersebut untuk mendata dan mengawasi majelis taklim terhadap paham-paham radikalisme. Ini berarti adannya kecurigaan MUI terhadap umat islam dengan paham radikalisme dan tidak ada satupun agama-agama yang mengajarkan paham tersebut.  

Kegiatan majelis taklim tentunya tak lebih dan sangat potisif contohnya ajang silahturahmi pada masyarakat sekitar, mendalami agama islam sesuai dengan ajaran alquran,dll. majelis taklim berasal dari muculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mempelajari agama dan tidak ada paksaan dari  pihak manapun. Dan pemerintah terlalu ikut campur dalam urusan internal rakyatnya.

Dan dalam ajaran agama islam pun sesama manusia jangan saling mengambil yang bukan haknya karena di dalamnya termasuk kejahatan dan perbuatan tersebut tergolong orang zalim dalam Islam. Hal ini tertuang dalam hadits "Orang yang menahan hak orang lain kewajiban, halal kehormatan dan pantas mendapatkan hukuman" (HR. Abu Daud no. 3628, An Nasa i no. 4689, Ibnu Majah no. 2427, hasan).

Islam sangat membenci perbuatan jahat telebih menahan atau menunda pembayaran hak orang lain karena sifat kikir di dalam dirinya. Hadist qudsi dari Abu Hurairah Radiyallaahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wassalam bersabda, "Allah berfirman, 'Ada tiga jenis orang yang aku berperang melawan mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang merdeka lalu memakan (uang dari) harganya, dan seseorang yang memperkerjakan pekerja, kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya." (HR Bukhari).

Terdapat perbedaan mendasar antara konsep HAM dalam Islam dan HAM dalam konsep Barat sebagaimana yang diterima oleh dunia Internasional. HAM dalam Islam didasarkan pada aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sementara dunia Barat percaya bahwa pola tingkah laku hanya ditentukan oleh hukum-hukum negara atau sejumlah otoritas yang mencukupi untuk tercapainya aturan-aturan pblik yang aman dan perdamaian universal. Perbedaan lain yang mendasar juga terlihat dari cara memandang HAM itu sendiri. Di Barat perhatian kepada individu-individu dari pandangan yang bersifat anthroposentris, di mana manusia merupakan ukuran terhadap gejala sesuatu. Sedangkan dalam Islam, menganut pandangan yang bersifat theosentris, yaitu Tuhan Yang Maha Tinggi dan manusia hanya untuk mengabdi kepada-Nya.

Berdasarkan pandangan yang bersiifat anthroposentris tersebut maka nilai-nilai utama dari kebudayan Barat seperti demokrasi, institusi sosial dan kesejahteraan ekonomi sebagai perangkat yang mendukung tegaknya HAM itu berorientasi kepada penghargaan terhadap manusia. Berbeda keadaannya pada dunia Islam yang bersifat theosentris, larangan dan perintah lebih didasarkan atas ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran dan Hadis. Al-Quran menjadi transformasi dari kualitas kesadaran manusia. Manusia diperintahkan untuk hidup dan bekerja dengan kesadaran penuh bahwa ia harus menunjukkan kepatuhannya kepada kehendak Allah. Oleh karena itu mengakui hak-hak natar manusia adalah sebuah kewajiban dalam rangka kepatuhan kepada-Nya.

Menyinggung persoalan yang akhir-akhir ini cukup hangat diperbincangkan yaitu mengenai tren asumsi yang mendukung khilafah di Indonesia. Khilafah sendiri diartikan sebagai pemerintahan yang dipimpin oleh khalifah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, khalifah sendiri memiliki tiga definisi, yaitu sebagai wakil atau pengganti Nabi Muhammad SAW setelah wafat dalam urusan agama dan negara yang melaksanakan syariat Islam dalam kehidupan negara, sebagai gelar kepala agama dan raja di negara Islam, serta sebagai penguasa atau pengelola. Namun, kata khalifah sendiri pun tidak memiliki definisi pasti. Hugh Kennedy dalam bukunya yang berjudul Caliphate menjelaskan bahwa kata "khalifah" dalam bahasa Arab memiliki akar makna sebagai tindakan untuk melanjutkan seseorang. Selain itu, fungsi dari khalifah sendiri tidak dijelaskan secara mendalam dalam Al-Quran.

Meskipun terdapat pandangan-pandangan pro khilafah di Indonesia, apakah mungkin khilafah benar-benar dapat menggantikan ideologi Pancasila? Kemungkinan khilafah untuk berdiri di Indonesia sebenarnya masih sangat kecil. Kelompok fundamentalis yang memegang teguh nilai-nilai hukum syariat masih belum dapat memperoleh tempat dominan di masyarakat. Hal ini dapat terjadi sebab kelompok Muslim tradisionalis, modernis, dan sekularis masih mendominasi kelompok Islam dalam masyarakat Indonesia. Gunaratna pun menjelaskan bahwa kelompok Islam di Indonesia masih memegang nilai-nilai Islam yang moderat.

Namun diakhir zaman nanti, sistem khilafah akan diterapkan di seluruh dunia dan tidak ada seorangpun yang dapat menghentikannya. Di akhir zaman nanti banyak peperangan yang memecah belah umat islam karena pemikirannya sendiri, umat islam akan terbagi-bagi atas beberapa golongan. Penyatuan umat nanti nya akan berdasarkan agama, saat itu mereka bersatu untuk melawan yang batil. Dalam perkataan hadits pun dijelaskan bahwa akan datang pada masa sebelum datang hari kiamat bahwa kaum muslimin dan bangsa yahudi akan mengalami peperangan besar dan ini adalah suatu hal yang akan pasti terjadi. Wallahu a'alam.

*Mahasiswa Semester 1 (satu) Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun