Mohon tunggu...
Faisol
Faisol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Jember - Jawa Timur, Anak ke 2 dari enam bersaudara.

Instagram : akhmadf_21 Twitter : @akhmadf21

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tuhan, Dekap Aku dalam Kesunyian

3 Mei 2016   02:04 Diperbarui: 3 Mei 2016   02:44 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku hanyalah setitik debu di tanah anarkimu ini, berjalan menyusuri tempat-tempat gelap, disana kutemukan cinta dalam diri pengamen, pengemis, pencuri, pencopet, dan para pemabuk yang sudah enggan dengan hidupnya. mereka tak lagi peduli terhadap dirinya, namun mereka peduli kepada saudara-saudaranya di jalanan.

Aku adalah bagian dari para musafir yang haus dan dahaga dalam perjalanan, sesekali berhenti dibawah pohon-pohon kerinduan, dan menghirup nafas sunyi untuk melepas lelah. sunyi, senyap, dan sepi..seperti tiada tempat untuk berbagi atas persaksian luka ditengah hingar bingar sang penguasa. mereka telah menindas tanpa mendengar hati nurani, penghianatan terjadi setiap saat dengan dalih kepentingan ummat, sementara hakekatnya hanyalah bualan semata untuk menarik cerita kebaikan dari khalayak.

Berharap saja sama Tuhan,,,karena mereka hanyalah manusia biasa..hatiku bergumam dalam sunyi..

Ini luka yang teramat dalam, aku sendiri pun tidak mampu untuk mengobatinya, dan akan terkenang sepanjang sejarah hidup, atas penghianatan dan matinya hati nurani. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah tidur, Tuhan akan selalu mengawasi kita, hingga suatu saat nanti ajal menjemput menuju keharibaan-Nya.

Rindu ini begitu kuat menggenggam jiwa, bulan dan bintang gemintang, terus meredup, dan pada akhirnya semuanya menghilang entah kemana...perjalanan itu hanya tinggal lukisan saja, sudah mulai tidak berbentuk....Aku belum tahu, apakah semuanya akan menghilang bagai ditelan bumi, lenyap tanpa bekas, atau kita akan berjumpa kembali atas segala kehendak-Nya.

Sungguh aku tidak mampu menahan gejolak jiwa, saat luka-luka tergores dan melekat di hatinya, hingga deraian air mata menjadi saksi bisu atas penghianatan hati nurani..

Kebencian itu sudah terlalu dalam menggurita didalam jiwamu, maka tidak perlu sedih, sedan itu...karena kebencianmu hakekatnya adalah cinta mendalam, dan tak kan terlupakan.

Biarkan saja para binatang jalang itu bersorak-sorai, dan beranggapan sudah menjadi pemenangnya, sesungguhnya mereka telah kalah sebelum bertempur, sebab ketidakmampuan mengalahkan dirinya sendiri, itulah kekalahan yang abadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun