Mohon tunggu...
Faisol
Faisol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Jember - Jawa Timur, Anak ke 2 dari enam bersaudara.

Instagram : akhmadf_21 Twitter : @akhmadf21

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengajar dan Belajar di Kompasiana

25 Mei 2021   21:03 Diperbarui: 25 Mei 2021   21:09 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : id.theasianparent.com

Pandemi di bumi Pertiwi ini masih belum dinyatakan selesai, masih banyak kasus masyarakat yang terpapar covid, bahkan sudah muncul covid varian baru yang lebih ganas lagi, sehingga pembatasan kegiatan masyarakat, masih di berlakukan, mengingat bahaya virus yang bisa menyerang siapa saja, tanpa melihat siapa dan dimana.

Dalam kondisi pembatasan sosial ini, ide yang brilian ditebar dengan konsep belajar di Kompasiana, yang hakekatnya untuk warga Kompasiana dengan berbagai macam profesi.

Sebagai bentuk refleksi diri, dan kebodohan penulis dalam melihat berbagai persoalan, terutama dalam hal problematika pendidikan kita di bawah naungan MendikbudRistek Nadiem Anwar Makarim, yang populis disebut mas menteri Nadiem, karena usianya masih bisa di bilang sangat muda, namun sudah kaya akan pengalaman. 

Kembali lagi pada diri penulis yang rasanya sangat malu, ketika harus mengajar di Kompasiana, karena warga Kompasiana, atau kompasianer ini sudah ada ratusan ribu manusia, mulai dari yang paling muda, sampai pada yang paling senja, memiliki daya kritis, kreatif, dan produktif melontarkan gagasannya dalam setiap persoalan, mulai dari persoalan yang sifat pribadi, sosial agama, persoalan yang bersifat lokal, regional, nasional bahkan sampai persoalan international, warga Kompasiana sudah sangat cerdas dan canggih.

Baca Juga : Pentingnya membangun tradisi literasi bagi anak

Sebagai kompasianer yang masih "kurang ajar", terkadang penulis secara pribadi  memiliki perasaan yang campur aduk, melihat tulisan dan gagasan kompasianer yang sangat luar biasa, salah satu contoh, kompasianer yang bernama Opa Tjiptadinata Efendi. Opa Tjip panggilan akrabnya, meski sudah memasuki usia senja, yakni usia  78 tahun, yang baru- baru ini ultah beliau.

Opa Tjiptadinata, yang selalu menebar kebaikan dengan artikelnya yang selalu memotivasi anak-anak muda untuk tidak merasa puas dalam hal menulis, meski beliau sudah mendapatkan sederatan penghargaan, namun beliau terus menebar kebaikan melalui tulisan.

Tangkapan layar/dokpri
Tangkapan layar/dokpri
Di Usianya yang ke 78, beliau mampu menulis artikel sebanyak 5.597, dengan pageview mencapai 5.652,283, dengan interaksi komentar mencapai 76.447, dan nilai 117,204, serta artikel yang sudah hadline mencapai 558 artikel,sungguh pencapaian yang luar biasa, meski beliau tidak pernah puas untuk menorehkan tinta kebaikan melalui artikel di Kompasiana.

Belajar dan menulis apa yang sudah dipelajari, memang selalu menarik untuk menorehkan gagasan yang bermanfaat. Bercermin pada opa Tjip dan belahan jiwanya Oma Rose, yang juga sama-sama menorehkan kebaikan melalui ujung pena online, kadang iri hati dan berpikir, bagaimana caranya produktif seperti Opa dan Oma Rose? Secara pribadi penulis rasanya belum pantas, untuk mengajar di Kompasiana, karena warganya merupakan para pemikir beken dan kekinian. opa Tjip dan Oma Rose, contoh paling nyata bahwa belajar dan mengajar di Kompasiana, tidak diabatasi oleh jarak, ruang dan waktu, karena ketika melihat dokumen pribadi keduanya saat ini masih berada di luar Negeri, namun rasa cintanya tuk menulis dan menorehkan pengalamannya di Kompasiana, tentu saja menjadi rasa yang cukup memotivasi dalam diri.

Di samping Opa dan Oma Rose, masih ratusan ribu kompasianer yang juga telah menorehkan banyak prestasi dengan artikelnya, banyak gagasan menarik yang bisa dipelajari, dan juga masih banyak fakta-fakta empiris, yang di ulas secara kritis dan solutif, sehingga mampu menghidupkan khazanah pemikiran yang bisa di olah menjadi suatu tindakan.

Sekali lagi masih belum pantas bagi penulis untuk menggurui apalagi mengajarkan sesuatu yang berharga, karena penulis sendiri masih "kurang ajar", sehingga penulis memposisikan untuk selalu belajar dari kompasianer yang telah menorehkan pemikiran cerdasnya di Kompasiana.

Karena posisi penulis masih belajar, mungkin saran, kritik, dan masukannya menjadi motivasi tersendiri, dan apabila tulisan dari penulis ini bermanfaat untuk para pembaca yang Budiman, maka rasa syukur selalu terpanjatkan pada Tuhan yang esa, karena penulis sendiri masih harus banyak belajar untuk mengajar, supaya tidak menjadi "kurang ajar". 

Di lansir dari www//superprof.co.id, di sampaikan oleh Imam Safi'i RA, "Jika kau tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kau harus menahan letihnya kebodohan"

Belajar merupakan suatu kewajiban bagi manusia, jika di dalam Islam di kenal dengan igro, yaitu membaca. Membaca identik dengan belajar, tetapi membaca ini bersifat universal, baik membaca yang tertulis, maupun yang tidak tertulis, baik yang tersirat maupun yang tersurat.

Pentingnya belajar untuk menimba ilmu pengetahuan, bagi ummat muslim hukumnya wajib, seperti yang di Sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, "Tuntutlah ilmu sejak mulai dari buaian ibu, sampai keliang lahat". "Tuntutlah Ilmu walau ke Negeri China". 

Dengan demikian penulis lebih memposisikan manusia yang sedang, dan selalu belajar, terutama pada kompasianer yang luar biasa, contohnya seperti Opa Tjiptadinata Efendi, meskipun beliau warga Tionghoa, barangkali saya bisa menuntut ilmu ke beliau, meski tidak harus datang ke China.

Salam sehat dan takdzim buat Opa dan Oma Tjiptadinata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun