Mohon tunggu...
Akbar Malik
Akbar Malik Mohon Tunggu... Dosen - Menjadi hebat dan melampaui keterbatasan

Perenung sejati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pada Usia Ini Memang Paling Asyik Membahas Pernikahan

24 Desember 2017   21:12 Diperbarui: 24 Desember 2017   21:19 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tribunnews.com

Siapa yang tidak ingin menikah? Hidup bersama dengan seseorang yang kita cintai dalam sebuah ikatan yang sah dan penuh ibadah. Yang didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas positif yang dapat menunjang kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Bagaimana mungkin pernikahan tidak menunjang kebahagiaan? Ketika dua insan bersatu saling melengkapi, saling menyempurnakan, dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran. Saya kira tidak ada orang yang menolak jika pernikahan menawarkan dan memberikan sejuta kebahagiaan. Apalagi jika kebahagiaan itu berdampak pada amal yang akan kita bawa sampai akhirat.

Saya kira menikah adalah salah satu cara seorang hamba untuk menjadikan dirinya lebih baik, lebih tertata dan teratur, dan tentu lebih sehat. Karena dengan menikah, kebutuhan jasmani dan ruhani akan lebih mudah terpenuhi. Bahkan pasti terpenuhi. Terkhusus kebutuhan ruhani. Jika sebelum menikah bertatapan dengan lawan jenis haram hukumnya, setelah menikah menjadi halal, bahkan menjadi ibadah yang mendatangkan pahala. Jika sebelum menikah memanggil panggilan sayang kepada lawan jenis haram hukumnya, setelah menikah menjadi halal bin wajib bagi keharmonisan rumah tangganya. Jika sebelum menikah mengungkapkan perasaan kepada lawan jenis itu tidak baik, bahkan bisa dijatuhi hukum haram, setelah menikah itu menjadi makanan pokok yang menghiasi hari. Jika sebelum menikah segala hasrat kepada lawan jenis harus ditahan dan dikontrol, setelah menikah itu bisa tersalurkan dengan tepat guna dan tepat sasaran.

Tak ada orang yang mampu menyangkal indahnya hubungan manusia dalam ikatan pernikahan. Terlebih bagi mereka yang belum menikah dan hanya bisa membayangkan dan mengidam-idamkan pernikahan yang ideal. Termasuk saya. Saya kira, disetiap pertemuan dan perbincangan saya bersama kawan-kawan di kampus, pasti saja pembahasan mengenai pernikahan tak pernah lewat dan usang untuk dibicarakan. Bahkan, itu menjadi pembicaraan wajib yang harus dibahas.

Saat ini saya berusia 18 menjelang 19 tahun, yang artinya saya biasa membicarakan topik pernikahan tersebut dengan kawan sebaya yang usianya sama dengan saya. Kalaupun tidak sama, paling hanya terpaut satu atau dua tahun. Saya biasa membicarakan pernikahan dengan kawan-kawan sesama ikhwan, atau laki-laki. Tapi tak jarang juga berbincang dengan akhwat, atau perempuan. Bahkan pembicaraan bisa lebih hidup jika ada akhwatyang ikut berbincang.

Kadang kami membuat forum khusus, biasanya kawan ikhwansaya membuat lingkaran untuk membicarakan topik tersebut. Suasana saat berbincang mengenai pernikahan selalu hangat dan penuh antusias, dibumbui dengan candaan yang dapat memecah perbincangan. Bagaimana tidak hangat, perbincangan kumpulan mahasiswa semester satu yang masih imut-imut dan penuh khayal pastilah membicarakan sesuatu yang penuh impian dan bayangan. Bahkan tak jarang impian dan bayangannya terlalu tinggi. Tapi tak mengapa, namanya juga mahasiswa, pemuda yang penuh ambisi untuk mencapai segala impiannya. Termasuk impian segera menikah dengan si dia. Eh ups.

Namun, saya kira saya dan kawan-kawan saya terlalu fokus membicarakan dan membahas pernikahan dari segi yang indahnya saja, sehingga yang terbayang hanyalah kebahagiaan dan kenyamanannya saja. Terkadang kami lupa membahas bahwa pernikahan pasti menghadirkan banyak ujian, godaan, dan cobaan. Kami lupa menyinggung soal tantangan dan rintangan yang pasti membumbui perjalanan pernikahan itu.

Memang benar jika menikah menawarkan sejuta (bahkan berjuta-juta) kebahagiaan bagi para pelakunya. Namun, perlu juga disadari bahwa menikah bukanlah sarana atau wadah untuk menyalurkan hawa nafsu, keinginan kebahagiaan sementara, atau perwujudan cinta saja. Menikah itu tidak hanya berbicara tentang cinta, melainkan komitmen dan tanggung jawab sudah menjadi paket lengkap dengan cinta. Jadi pernikahan bukanlah bentuk perwujudan dari cinta dua insan saja, tetapi bentuk komitmen yang tinggi disertai tanggung jawab penuh menjalaninya.

Saya pernah membaca sebuah penelitian, dikatakan bahwa dalam perjalanan pernikahan selama 2 tahun, masing-masing dari pasangan pernikahan tersebut rasa cinta terhadap pasangannya cenderung menurun daripada sebelumnya, daripada ketika pertama kali mereka memutuskan untuk menikah. Coba saja Anda perhatikan orangtua Anda, sudah berapa tahun mereka menjalani pernikahan mereka? 15 tahun? 20 tahun? Atau sudah 40 tahun? Coba tanyakan kepada mereka, apakah rasa cintanya tetap sama seperti ketika hari mereka menikah. 

Tidak mungkin pernikahan berjalan begitu jauh dan awet jika tidak disertai dengan komitmen dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Saya amat yakin jika orangtua-orangtua kita menjalani pernikahannya sejauh dan selama itu karena komitmen dan tanggung jawab yang begitu tinggi.

Di usia-usia saya yang relatif masih muda, membahas pernikahan tentu bukan suatu yang aneh atau tabu. Bahkan saya kira itu suatu hal yang harus dibahas dan dibincangkan. Namun tentu, yang terpenting dari semua perbincangan itu adalah tindak lanjutnya, yakni bagaimana persiapan yang dilakukan untuk menggapai impian dan bayangan indah tentang pernikahan. Memang, membayangkan itu selalu indah dan nyaman dilakukan. Apalagi dilakukan bersama kawan-kawan sebaya yang pemikirannya sama. Lengkap rasanya. Tapi, persiapan menuju sebuah pernikahan yang indah menjadi tugas masing-masing dari kami untuk menempuh berbagai jalan yang dapat mendukung pengembangan kualitas diri. Karena menikah tentu tidak sembarang menikah. Menikah perlu ilmu, juga perlu restu. Dan untuk mendapatkan kedua itu, tentulah harus berbenah dan terus mengembangkan diri agar dapat banyak ilmu dan lisensi dari orangtua.

Sedikit pesan kepada para pembaca, yang mungkin juga pengidam pernikahan yang indah: pernikahan itu jangan hanya diidamkan dan dibayangkan, tapi harus dipersiapkan segala sesuatunya. Dimulai dari diri sendiri tentunya. Fokuslah memperbaiki dan memantaskan diri, karena kualitas pasangan kita tergantung kualitas diri kita. Tidak mungkin rasanya kita mendapatkan pasangan berkualitas A jika diri kita berkualitas D.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun