Mohon tunggu...
Politik

Equality Setelah Kartini

26 April 2017   17:09 Diperbarui: 27 April 2017   03:00 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia emansipasi ialah pembebasan dari perbudakan, persamaan hak dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Keseteraan gender merujuk pada upaya untuk menyetarakan hak antara laki laki dan perempuan. Adanya perbedaan antara kemampuan laki laki dan perempuan membuat munculnya persepsi kemampuan satu pihak untuk menguasai pihak lain. Atas dasar ini lah upaya menyetarakan diatas keadilan perlu diupayakan.

Kelompok yang pertama kali sadar akan pentingnya memeperjuangkan kesetaraan tersebut dikenal dengan sebuah kelompok yang berlandaskan pada faham Feminisme. Perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan hak tersebut didasarkan dalam bentuk persamaan hukum yang legal dalam Hak memilih dan kesetaraan dengan laki laki yang setidaknya  tergambarkan dalam 4 aspek yaitu  Akses, partisipasi,  peran dan manfaat.

Kesalahan yang terjadi saat ini adalah adanya bias dalam usaha yang diperjuangkan oleh perintis gerakan feminism, menimbulkan permasalahan baru didalam masyarakat. Batasan kesetaraan yang tidak tergambarkan, membuat munculnya multi persepsi tentang kesetaraan gender. Keberagaman pemahaman dalam memaknai kesataraan tersebut perlu dijelaskan sebagai usaha untuk menjembatani penyelasaian masalah saat ini. Meletakan asas keadilan dalam gagasan kesetaraan perlu dimaknai secara menyeluruh, dan untuk menjaga perkembangan tersebut tetap berada dalam jalur yang tepat, maka dibuthkan sebuah batasan. Sehingga dari adanya batasan tersebut dapat diperoleh capaian akhir yang dapat diperoleh dari usaha memperjuangkan kesetaraan gender, meskipun lahir dari pandangan yang berbeda.

“It is not our differences that divide us. It is our inability to recognize, accept, and celebrate those differences.” ― Audre Lorde,

Memahami tujuan yang ingin dicapai perlu ditunjang dengan memahami urgensi dilakukannya usaha tersebut. sehingga jika digambarkan dalam satu pertanyaan, pertanyaan yang akan muncul :

Apa pentngnya usaha ini dilakukan ? kenapa?

Dengan menjawab pertanyaan tersebut kita akan memandang permsalahan ini dari sudut yang lebih luas dan beragam. Harapanya, keluasan dalam memandang permsalahan tersebut memudahkan kita untuk melakukan toleransi, sehingga diperoleh hasil akhir yang diterima secara menyeluruh dan membawa kebaikan bagi sesama. Meskipun kebaikan merupakan satu kata yang dapat dimaknai normatif, akan tetapi terdapat hal mendasar yang perlu terselesaikan yaitu “penindasannnya” dimana hal itulah yang menjadi pelecut dilakukannya gerakan kesetaraan gender.

Meskipun terdapat teori yang menyebutkan bahwa keburukan dan kejahatan itu akan selalu ada bukan berarti usaha untuk menguranginya berhenti untuk diupayakan. Bagaimanapun konsepnya, menyelsaikan permasalahan ini akan membentuk pola hidup baru yang  mungkin menjadi jalan baru untuk mencapai kebaikan dunia yang selama ini di idam idamkan. Dapat dibayangkan jika tidak ada lagi ketakutan para wanita untuk diperlakukan dengan tidak layak, keberaanian untuk menciptakan inovasi dan perbaikan akan  tumbuh secara masif dan menyeluruh tanpa ada yang termarginalkan.

Setiap daerah memiliki kultur yang berkembang dari zaman sebelum mereka hidup dan menjadi landasan untuk masyarakat dilingkunagn tersebut dalam melakukan aktivitasnya. Hal yang paling sulit dari usaha kesetaraan gender ini terjadi ketika usaha tersebut dihadapkan pada budaya yang berkembang pada masyarakat disetiap daerah. Disamping itu kepercayan yang telah membudaya selaman ini perlu diupayakan untuk dilakukan peruabahan ataupun inovasi tanpa harus ditinggalkan. Sehingga, kesetaraan gender tersebut dapat menyentuh setiap budaya melalui jalan penyamaan pemahaman dan usaha untuk menciptakan perbaikan.

Globalisasi seolah-olah menjadi solusi atas masalah penindasan dan diskriminasi yang selama ini diterima oleh kaum perempuan terutama kaum perempuan di negara-negara dunia ketiga. Penindasan dan diskriminasi yang terjadi pada kaum perempuan di negara-negara berkembang mendapat angin segar dengan hadirnya globalisasi yang menyebarkan ideologi yang bersifat global, yaitu ideologi liberalisme yang ditafsirkan oleh kaum perempuan kepada ideologi mengenai kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan.

Namun, dampak globalisasi pada perempuan sebenarnya tidak melulu seindah yang dibayangkan. Justru, dengan Globalisasi inilah, bentuk penindasan baru pada kaum perempuan dalam dunia kerja. Efek hadirnya globalisasi mau tidak mau membuat negara-negara berkembang melakukan industrialisasi yang kemudian menyerap banyak tenaga-tenaga kerja perempuan. Perubahan perempuan ke dunia kerja inilah yang kemudian banyak memunculkan bentuk penindasan dan diskriminasi baru yang dialami kaum perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun