Ramadan adalah momen refleksi, pembenahan diri, serta penyucian jiwa. Dalam pusaran kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, Ramadan hadir sebagai oase bagi mereka yang ingin menata kembali keseimbangan hidup. Termasuk dalam aspek kesehatan mental.
Banyak yang berpikir bahwa kesehatan mental hanya berhubungan dengan gangguan psikologis. padahal sejatinya ia adalah keadaan dimana seseorang menghadapi tekanan hidup dalam kesehariannya serta hubungannya kepada masyarakat.Â
Ramadan dengan segala ibadahnya menawarkan terapi alami yang dapat membantu manusia mencapai ketenangan batin. Ialah sebuah kesehatan mental.
Setiap manusia tanpa terkecuali mengalami tekanan hidup yang datang dalam berbagai bentuk. Selama 11 bulan kita disibukkan dengan urusan duniawi ---mengejar ambisi, menghadapi tantangan, serta berurusan dengan hal-hal yang bisa melelahkan mental dan fisik.Â
Namun, di bulan Ramadan, Allah memberikan kesempatan untuk meregulasi kembali aspek spiritual dan emosional kita.Â
Melalui puasa dan ibadah lah manusia diajak untuk memperlambat ritme hidup, mendekatkan diri kepada-Nya, serta mengendalikan berbagai keinginan yang selama ini tak terbendung.
Justru di sinilah Ramadan berperan memberikan ruang untuk introspeksi dan menumbuhkan kesadaran akan apa yang benar-benar penting dalam hidup.
Distraksi Media Sosial Menyerbu Ramadan
Berpuasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum tetapi juga dari hal-hal yang merusak ketenangan jiwa. Emosi yang tidak terkendali, kebiasaan buruk, serta distraksi yang tak ada habisnya di media sosial menjadi tantangan tersendiri bagi kesehatan mental.Â
Namun, tantangan kesehatan mental di era digital semakin kompleks. Media sosial menghadirkan arus informasi yang begitu deras sering tanpa filterisasi yang dapat berdampak negatif bagi keseimbangan mental dan emosional seseorang.Â
Terlalu banyak mengonsumsi konten tanpa seleksi sudah terbukti bisa memicu perasaan cemas, insecure, rendah diri, atau bahkan kehilangan rasa mensyukuri hidup.