Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Studi di Jogja, domisili di Pekanbaru. Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka. Peraih Best Teacher dan KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dulu Guru Digugu dan Ditiru, Kini Ditonton dan Dikomentari

17 Februari 2025   08:59 Diperbarui: 17 Februari 2025   17:38 3927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eksistensi guru di media Sosial antara kreativitas dan kontroversi. (pexels/cottonbro via tribunnews.com)

Di era digital ini banyak guru yang "coba-coba" menjadi content creator. Bukan tanpa alasan langkah ini dianggap sebagai peluang yang mudah, tanpa modal besar, dan siapa tahu bisa menjadi "iseng-iseng berhadiah." Di tengah keterbatasan gaji seorang pendidik di negeri ini maka internet dan media sosial seakan menjadi jalan ninja yang menjanjikan tambahan penghasilan. 

Apalagi dulu saat masa kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim, guru-guru content creator mendapat apresiasi tinggi. Bahkan beberapa diundang ke Jakarta dalam puncak perayaan Hari Guru Nasional. Kesuksesan segelintir guru yang berhasil meraup penghasilan lebih besar dari gaji bulanan pun semakin mendorong banyak pendidik untuk mencoba hal serupa.

Sebenarnya tidak ada aturan yang melarang guru untuk membagikan konten di media sosial. Justru ini bisa menjadi ruang kreativitas yang positif. Guru dapat berbagi metode pembelajaran inovatif, motivasi bagi siswa, hingga wawasan pendidikan yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 

Kehadiran guru sebagai content creator pun bisa menjadi cara baru dalam membangun personal branding serta memperluas jangkauan edukasi. Tak sedikit guru yang kini dikenal luas bukan hanya di lingkungan sekolahnya tetapi juga oleh masyarakat luas melalui platform digital.

Namun, di tengah fenomena ini muncul persoalan yang cukup mengkhawatirkan. Belakangan, sejumlah konten dari guru di media sosial viral bukan karena inspirasi dan manfaatnya. melainkan karena kontroversi yang ditimbulkannya. 

Ada yang terlalu berlebihan dalam membagikan kehidupan pribadinya, ada yang mengekspos murid-muridnya tanpa izin, bahkan ada pula yang terjebak dalam tren-tren yang sebenarnya kurang pantas bagi seorang pendidik. 

Fenomena ini tentu mengundang perhatian publik. bahkan menjadi bahan perbincangan warganet. Jika tidak berhati-hati maka nama baik profesi guru justru tercoreng akibat konten yang tidak bijak.

Maka sebelum terjun ke dunia content creator ada baiknya para guru mempertimbangkan matang-matang apa yang akan mereka bagikan. Media sosial memang memberikan kebebasan berekspresi tetapi setiap unggahan pasti memiliki konsekuensi. 

Sebagai pendidik maka seorang guru tetap memiliki tanggung jawab moral dan etika yang harus dijaga. Menjadi content creator bukan sekadar soal penghasilan tambahan tetapi juga tentang bagaimana menjaga integritas, marwah dan kode etik profesi.

Yang perlu diingat adalah di dunia internet ada namanya jejak digital. sekali diunggah maka sulit untuk benar-benar dihapus. Bijaklah dalam memilih konten. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun