Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

4 Tips "Survive" bagi Guru Baru

19 November 2024   07:01 Diperbarui: 19 November 2024   15:25 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah banyaknya profesi yang menawarkan gaji besar dan gengsi tinggi, menjadi guru tetap memiliki pesona tersendiri. Meski sering dianggap kurang menggiurkan secara materi, kebahagiaan batin yang datang dari tugas mulia (baca: mengajar dan mendidik) tidak bisa diukur dengan nominal. 

Alasan memilih menjadi guru bukan sekedar profesi, melainkan panggilan hati. Ada rasa bangga ketika melihat murid-murid berkembang, memahami sebuah konsep, atau bahkan sekadar tersenyum karena merasa telah didukung. 

Kebahagiaan seperti ini tidak datang dengan mudah. Sebab hadir dari perjalanan panjang penuh dedikasi dan keikhlasan.  

Akan tetapi, menjadi guru tidak berarti langsung sempurna. Tidak ada guru baru yang sejak hari pertama berdiri di depan kelas sudah mahir dalam segala hal. Guru adalah pembelajar sejati, yang siap untuk terus memperbaiki diri sepanjang waktu. 

Dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Pasal 8, bahwa kompetensi seorang guru meliputi kepribadian, pedagogik, sosial, dan profesional. Kompetensi ini menjadi fondasi agar guru mampu menjalankan perannya dengan baik.  

Meski demikian, era modern membawa tantangan baru. Kompetensi yang dahulu dianggap sudah cukup untuk bisa menghadapi murid dan situasi dunia pendidikan, kini harus beradaptasi dengan perubahan zaman. 

Terlebih, saat ini banyak guru muda yang bergabung berasal dari Generasi Z, sedangkan murid-murid mereka adalah Generasi Alpha.  

Melansir Kompas.com, Generasi Alpha adalah generasi yang lahir setelah tahun 2010 sampai 2025. Mereka tumbuh di tengah era digital dan akrab dengan teknologi sejak dini. Mereka dianggap cerdas, juga kritis, kreatif, dan memiliki gaya belajar yang unik.  

Sementara itu, guru generasi Z adalah pendidik muda yang tumbuh bersama teknologi, media sosial, dan budaya digital. Meski mereka akrab dengan perkembangan zaman, mengajar generasi Alpha tetap membutuhkan pendekatan khusus.  

Saat ini, di sekolah-sekolah mulai banyak guru muda atau guru gen Z. Termasuk di sekolah kami. Mereka banyak yang masih berstatus honorer. Namun, mereka juga tetap sama-sama harus bisa beradaptasi dan membawakan diri dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun