Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi ANBK | Penggerak KomBel

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Waspada "Child Grooming" sebagai Modus Pelecehan Seksual pada Anak

12 Agustus 2022   09:41 Diperbarui: 13 Agustus 2022   05:20 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Shutterstock.com)

Mari kita hitung hukumannya kalau misalkan semua jumlah ancaman hukuman tadi diakumulasi maka 5 tahun, 12 tahun, 6 tahun, serta 23 tahun dan kalau ditambah sepertiga lagi yaitu 7,6 tahun maka total menjadi 30,6 tahun penjara. Sementara dendanya jika diakumulasi bisa sampai 12 miliar rupiah.

Tapi kan ternyata tidak seperti itu yang akan dijerat kepada pelaku. Hukuman yang akan dikenakan kepada pelaku hanya satu yaitu hukuman 15 tahun hingga 20 tahun penjara atau bisa juga terkena hukuman mati dan dendanya 5 miliar rupiah.

Oleh sebab itu, maka kepada orangtua dan juga orang-orang dewasa di sekitar anak seperti guru dan atau pengasuh harus benar-benar selalu memperhatikan perilaku anak terutama di dunia maya. 

Kita perlu waspada apabila menemukan ciri-ciri yang menjadi indikasi bahwa anak adalah korban dari grooming. 

Mari kita cermati lagi tentang ciri-ciri anak yang terkena grooming ini.

Pertama, anak menjadi sangat tertutup. Bahkan untuk aktivitas sehari-hari seperti kegiatan yang dilakukan bersama teman-temannya, anak menjadi sangat tertutup dan tidak lagi menceritakannya kepada orang-orang dewasa di sekitarnya. Termasuk juga anak enggan bercerita kepada orangtua.

Kedua, anak memiliki pacar yang usianya jauh lebih tua. Di media sosial, anak bisa saja akan menjalin hubungan dengan orang yang lebih tua darinya. Awalnya anak dirayu dan diimingi-imingi berbagai hal.
Selanjutnya pelaku akan memanfaatkan kisah atau curhatan korban. Akhirnya pelaku seolah-olah sebagai penyelamat korban dari berbagai masalahnya yang pada akhirnya menjadi orang yang spesial dan berlanjut menjadi sepasang kekasih.

Ketiga, tiba-tiba anak memiliki banyak sekali barang baru. Orangtua harus curiga jika tiba-tiba anak memiliki barang baru sedangkan orangtua tidak memberikan uang untuk membeli barang baru tersebut. Orangtua perlu menanyakan secara baik-baik terkait asal atau bagaimana cara anak mendapatkan barang-barang baru tersebut.

Keempat, anak punya uang yang berlebih. Anak akan memiliki lebih banyak uang dibandingkan dengan jumlah uang jajan yang diberikan orangtua. Kalau hal ini perlu dicurigai oleh orangtua karena masalah uang merupakan masalah yang sangat sensitif. 

Kelima, anak mudah tertekan bahkan sensitif. Jika tiba-tiba anak menunjukkan sikap yang lebih sensitif dari biasanya maka bisa saja itu merupakan akibat dari grooming yang didapatkan dari pelaku. Bahkan untuk masalah sepele saja anak bisa menjadi lebih sensitif dari biasanya. 

Karena itulah para orangtua dan orang-orang dewasa di sekitar anak harus peka dengan perubahan-perubahan yang ada di diri anak. Dengan mengamati ciri-ciri dari salah satu yang disebutkan diatas maka segeralah orangtua mencari tahu lebih dalam terkait apa penyebab anak berperilaku demikian. 

Jika memang terbukti anak menjadi korban grooming maka segera lapor ke polisi atau pihak yang berwenang. 

Ilustrasi orangtua menghindarkan anak dari ancaman grooming (Shutterstock.com via Kompas.id)
Ilustrasi orangtua menghindarkan anak dari ancaman grooming (Shutterstock.com via Kompas.id)

Bagaimana peran orangtua untuk menghindarkan grooming pada anak?

Berikutnya adalah orangtua juga bisa melakukan peran lebih kepada anak berupa komunikasi, komitmen dan supervisi.

Pertama, komunikasi. Hal yang perlu dikomunikasikan bersama anak adalah tentang bagaimana saja penggunaan gadget dan media sosial dalam keseharian anak bersama teman-temannya. 

Orangtua perlu menentukan jalur komunikasi dua arah dengan anak untuk mendapatkan feedback. Termasuk tentu saja tentang keamanan bermedia sosial. 

Pastikan anak mengetahui informasi apa saja yang boleh disebarkan dan apa yang tidak boleh disebarkan.

Kedua, komitmen. Orangtua perlu juga untuk membuat kesepakatan ini terkait masalah komitmen mengenai penggunaan gadget. Misalnya terkait berapa lama anak bisa menggunakan gadget, kapan dan di mana boleh main gadget. 

Serta hendaknya ada pula komitmen tentang kesepakatan ini baik dari orangtua maupun dari diri anak sendiri.

Dan yang paling penting pula bahwa orangtua juga harus memberikan teladan dan komimen untuk tidak menggunakan gadget di waktu-waktu yang telah disepakati.

Jangan sampai anaknya dilarang tapi orangtuanya malah bebas menggunakan gadget sesuka hati. Hal itu tentu saja tidak memberikan teladan yang semestinya dicontohkan kepada anak. 

Ketiga, supervisi. Artinya anak, orangtua dan orang-orang dewasa di sekitar anak harus mengawasi aktivitas anak di dunia maya, apa saja konten yang dilihat anak, dan apa saja game yang dimainkan anak.

Orangtua harus tahu media sosial apa saja yang diikuti oleh anak. Aktivitas dan jaringan pertemanannya juga harus dalam pengawasan orangtua.

Kemudian, untuk penyedia platform media sosial juga sebetulnya harus punya peran dalam upaya perlindungan anak. Seharusnya ada aturan yang mengikat dan juga komitmen yang tegas. Misalnya anak tidak boleh bermedia sosial jika memang usianya di bawah 17 tahun. 

Selain itu, juga harus memperketat sistem pengamanan terhadap duplikasi akun untuk menghindari terjadinya kloning akun atau akun bodong. Platform media sosial juga harus mampu membatasi atau tidak boleh mengambil foto sembarangan. Perlu juga pengamanan terhadap konten-konten yang ada di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun