Mohon tunggu...
Muhammad Akbar
Muhammad Akbar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lagu Lama yang Tidak Perlu Diputar Lagi

25 Juli 2017   17:33 Diperbarui: 26 Juli 2017   03:53 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Dalam beberapa waktu lalu keutuhan bangsa yang sempat goyah pasca tumbangnya orde baru, kelompok radikal berbendera islam banyak bermunculan dipermukaan meminjam istilah muhammad hatta "khawarij baru" mereka menuntut penerapan syariah secara menyeluruh.

Mereka memahami syariat secara simplistik hanya dalam bingkai hukum dan fiqih semata, dan modernis revivals yang umumnya sangat shari'a minded. Namun, mereka lupa bahwa masalah mendasar umat islam diindonesia adalah bagaimana mengatasi keadaan yang carut-marut karena ketimpangan ekonomi,pengangguran tinggi,pendidikan rendah dan berbagai masalah sosial lainnya. Keadaan seperti ini menurut buya syafii tidak dibaca dengan baik secara cerdas oleh kelompok tersebut.

Dalam konteks historis khas indonesia tentang relasi islam dan politik atau negara tentunya menimbulkan tanya apakah islam merupakan agama dan sistem kekuasaan(din wa al-daulah) sekaligus? Dalam Alqur'an tidak ditemukan tata politi dan pemerintahan yang khas islam, Alqur'an hanya menekankan pada nilai dan perintah etiknya dijunjung tinggi umat islam.

Tentu akan timbul penolakan keras tentang islam adalah agama sekaligus negara karena akan mengaburkan hakikat yang sebenarnya dari din dan posisi kenabian muhammad, nabi muhammad menurut buya syafii tidak pernah menyatakan diri sebagai penguasa "muhammad hanyalah seorang rasul". Begitupula dengan makna din menurut buya syafii, din adalah sesuatu yang immutable (abadi), sedangkan daulah/negara adalah sesuatu yang mutable (berubah). Jika menempatkan daulah setarap dengan din itu sama saja dengan mengagungkan negara seperti halnya mengagungkan din. Sehingga dalam sebuah negara tidak perlu bernama negara islam, dengan kata lain untuk kasus yang sedang dihadapi indonesia.

Bagi ayubi, Alqur'an tidak menyinggung satu pun bentuk pemerintahan yang harus diterima umat muslim, nabi muhammad pun tidak menunjuk penggantinya menjelang wafat.

Islam yang harus ditawarkan dalam konteks indonesia adalah islam yang bersedia bergandengan dengan nilai-nilai keindonesiaan dan nilai-nilai kemanusiaan. Syariat dijadikan sebagai payung untuk mengayomi aspek multikultural bukan semata-mata hukum yang bersifat partikular.

Cita-cita terhadap negara islam diindonesia menurut buya syafii  hanyalah "lagu lama" yang tidak perlu diputar lagi. Mereka terjebak pada simbol sehingga mengabaikan substansi. Sibuk dengan seremoni tetapi kehilangan substansi, meneriakkan Allahu Akbar sambil merusak dan menghujat orang lain.

Penegasan buya syafii tentunya menjadi sangat relevan ditengah maraknya wacana dan aksi kekerasan atau terorisme atas nama agama yang telah menggerogoti napas pluralisme dan multikulturalisme yang telah menjadi perekat bangsa.

Sumber: dalam catatan biografi intelektual Ahmad syafii maarif "buya syafii" dalam buku "muazin bangsa dari makkah darat"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun