Mohon tunggu...
Akbar Hars
Akbar Hars Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa biasa

Bismillah. Hanya seorang mahasiswa biasa. Silahkan yang berkenan berkunjung, kunjungi blog saya: wadahhumaniora.blogspot.co.id Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan featured

Review Novel Bumi Manusia, Karya Pramoedya Ananta Toer

25 Januari 2018   11:23 Diperbarui: 27 Mei 2018   16:20 18089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ceritapribumi.wordpress.com

Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia. Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara, sebuah wajah semesta yang paling purba bagi manusia-manusia bermartabat. Berada 3 tahun dalam penjara Kolonial, 1 tahun di Orde Lama, dan 14 tahun yang melelahkan di Orde Baru (13 Oktober 1965-Juli 1969, Pulau Nusakambangan Juli 1969-16 Agustus 1969, Pulau Buru Agustus 1969-12 November 1979, Magelang/Banyumanik November-Desember 1979) tanpa proses pengadilan.

Pada tanggal 21 Desember 1979, Pramoedya Ananta Toer mendapat surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G30S PKI tetapi masih dikenakan tahanan rumah, tahanan kota, tahanan negara sampai tahun 1999 dan wajib lapor ke Kodim Jakarta Timur satu kali seminggu selama kurang lebih dua tahun. Beberapa karyanya lahir dari tempat purba ini, diantaranya Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca).

Penjara tak membuatnya berhenti sejengkal pun menulis. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan tugas nasional. Dan ia konsukuen terhadap semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar. Dari tangannya telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Karena kiprahnya di gelanggang sastra dan kebudayaan, Pramoedya Ananta Toer dianugerahi pelbagai penghargaan internasional. Sampai akhir hidupnya, ia adalah satu-satunya wakil Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar Kandidat Pemenang Nobel Sastra. Pada 30 April 2006 pukul 08.55 Pramoedya wafat dalam usia 81 tahun.

Review Novel

Sulit sekali rasanya mengetikkan kata demi kata untuk merangkai review ini menjadi satu kesatuan. Jikalau memang bisa, ingin rasanya saya tuliskan semua isi dari buku yang luar biasa ini. Saya juga merasa sangat berat menuangkan kembali apa yang telah saya dapatkan dari buku Bumi Manusia ini. Pikiran saya menjadi majemuk, dengan banyak cabang pikiran yang bersumber dari buku ini. Mungkin ada baiknya saya memulai dengan kutipan salah satu tokoh yang ada di dalam buku ini, yakni Nyai Ontosoroh.

"Cerita, .., selamanya tentang manusia, kehidupannya, bukan kematiannya. Ya, biarpun yang ditampilkan itu hewan, raksasa, atau dewa atau hantu. Dan tak ada yang lebih sulit dipahami daripada sang manusia... jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam mata elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput."

Cerita dalam roman ini diawali dengan pengenalan tokoh utama bernama Minke, yang tak diketahui siapa keluarganya pada awalnya. Tokoh Minke diceritakan adalah seseorang yang gemar menulis, merupakan siswa H.B.S. Surabaya, penulis lepas untuk S.N. v/d Ddengan nama pena Max Tollenaar. Cerita berlanjut kepada pertemuan antara Minke dan Annelies Mellema, anak dari Herman Mellema dan Nyai Ontosoroh, pemilik dari Boerderij Buitenzorg di Wonokromo pada saat kedatangannya bersama Robert Suurhof. 

Pertemuan yang tak direncanakan sebelumnya itu menghasilkan hubungan yang akrab antara Minke dengan keluarga Mellema, terutama dengan Annelies. Minke jatuh cinta pada Annelies sejak pertemuan pertamanya dengannya. Siapa lelaki yang tak jatuh cinta saat bertemu dengan bidadari Eropa yang kecantikannya digambarkan sempurna dalam buku ini? Membaca deskripsi mengenai kecantikannya saja sudah beberapa paragraf banyaknya. Ah, andai saja saya bisa bertemu juga dengannya.

Hubungan yang akrab antara Minke dan keluarga kecil di Boerderij Buitenzorg memberikan banyak masalah di kemudian hari bagi Minke, selain beberapa kemudahan yang ia peroleh karena tinggal dengan keluarga yang kaya. Mulai dari kedengkian Herman Mellema dan Robert Mellema melihat kedekatan Annelies dan Nyai dengan Minke, masalah Minke dengan keluarganya yang ternyata merupakan pejabat pemerintahan pribumi, desas desus yang timbul akibat tinggalnya Minke di kediaman Nyai Ontosoroh, hingga masalah mengenai status perkawinan antara Minke dan Annelies Mellema.

Semua diceritakan secara runtut dan gamblang oleh Pramoedya. Sayang, kisah cinta mereka dalam buku ini diakhiri dengan perpisahan diantara keduanya karena Annelies harus mematuhi keputusan sidang yang memutuskan bahwa dirinya harus pergi ke Nederland, tanah leluhurnya. Minke dan Nyai Ontosoroh sendiri tak diperkenankan mengiringi keberangkatannya ke Nederland.

Nyai Ontosoroh, yang memiliki nama asli Sanikem, berasal dari keluarga yang hidup secara sederhana. Ayahnya yang berambisi untuk menjadi petinggi di perusahaan, melakukan berbagai cara agar ambisinya bisa terwujud. Salah satunya adalah menjual putrinya itu, Sanikem kepada salah seorang yang kelak menjadi suaminya walaupun tidak melalui perkawinan yang sah, yakni Herman Mellema.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun