Mohon tunggu...
Dave Yehosua Tiranda Bongga
Dave Yehosua Tiranda Bongga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Aktif di Untag Surabaya

Menulis kala senggang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bapak Rumah Tangga Bukan "Bapak" Sebenarnya?

14 Juni 2022   09:14 Diperbarui: 14 Juni 2022   09:24 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di suatu pagi sehabis saya mencuci pakaian dan menjemurnya ingin rasanya untuk bermalas-malasan diakhir pekan. Setelah penat selama Senin sampai Kamis berkuliah akhirnya bisa membersihkan tumpukan pakaian dan tersisa waktu untuk "leyeh-leyeh" di tiga hari terakhir dalam seminggu. Membuka sebuah situs OTT (Over The Top) satu judul animasi yang membuat saya langsung tertarik menontonnya. The Way of The Househusband atau dalam bahasa Indonesia bisa dikenal sebagai jalan menjadi seorang bapak rumah tangga. 

Animasi Jepang ini mengisahkan seorang mantan Yakuza yang meninggalkan seluruh kehidupan gelapnya untuk mendedikasikan hidupnya menjadi bapak rumah tangga yang baik. Premis konyol nan segar ini mungkin jarang kita baca, lihat maupun timbul dipikiran sendiri. Karena memang kenyataannya laki-laki di Indonesia sudah dipupuk sedari bayi untuk selalu mengedepankan maskulin, kuat dan tidak boleh mengerjakan pekerjaan rumah.

Hal yang mungkin jarang kita pikirkan dan menjadi hal diluar kebiasan di Indonesia. Stereotipe laki-laki yang bekerja di rumah dengan pekerjaan rumah sering kali dianggap kurang maskulin. Banyak sekali anggapan bahwa pekerjaan rumah sudah menjadi kodrat untuk dikerjakan oleh perempuan. Anggapan ini dipengaruhi oleh banyak faktor dalam berkehidupan di masyarakat. 

Salah satu faktor yang mendasari anggapan ini adalah budaya, adat dan tradisi masyarakat Indonesia yang mengambil bentuk patriarki serta sistem patriarkal. Ambil contoh kecil saja, tempat tinggal saya yaitu Surabaya. Laki-laki di rumah akan dianggap sebagai lelaki pemalas dan menyia-nyiakan waktu. Ini saya rasakan ketika di rumah bersama pakde dan budhe. Terkadang memang beberapa kesempatan pakde membantu pekerjaan rumah namun bila terlalu lama di rumah biasanya pakde mulai resah dan gelisah.

Anggapan bahwa laki-laki harus bekerja dan menafkahi menyebabkan laki-laki menjadi minder ketika ia belum punya pekerjaan dan hanya bisa mengurus rumah tangga. Padahal dari acara animasi The Way of Househusband bisa kita lihat bahwa lelaki yang sangar dan tampan pun bisa melakukan pelbagai kegiatan mengurus rumah tangga di rumah. Menjadi bapak dan laki-laki di Indonesia dituntut untuk kuat sehingga akan susah untuk menjadi bapak rumah tangga. Namun secara pribadi menjadi seorang bapak rumah tangga merupakan bentuk supportif lain dari seorang bapak. Seharusnya anggapan bahwa lelaki itu menjadi kurang "lelaki" dimata orang lain karena seharusnya urusan karir adalah hak seluruh manusia tanpa terbatas gender.

 Padahal tren menjadi bapak rumah tangga meningkat di beberapa bagian negara maju. Dalam sebuah artikel dari HRM Asia, menunjukan bahwaKorea Selatan tercatat pada 2011 ada tiga ribu bapak rumah tangga dan meningkat per Maret 2021 menjadi tiga belas ribu. Hal ini meningkat sebanyak kurang lebih 300% per dekade ini dengan diantaranya berumur 30 hingga 40 sebanyak 74,5%. Amerika pun memiliki kecenderungan yang sama, dalam sebuah kajian dari Pew Research Center pada 2012 ada 2 juta orang bapak rumah tangga di sana dan hal ini menunjukan ada peningkatan semenjak 1989 dengan peningkatan sekitar 90%. Beberapa tulisan itu menunjukan bahwa sebenarnya minat laki-laki untuk bekerja mengurus rumah tangga sangat besar.

 Walau masih sedikit sebenarnya masih ada yang melakukan gaya hidup ini terutama pada kota-kota besar. Dalam sebuah wawancara pada video youtube Tirto ada 2 orang bapak yang memilih menjadi bapak rumah tangga dan bekerja di rumah. Rezza Aji dan Suwandi Adi, dalam wawancara tersebut mereka mengungapkan alasan bahwa melakukan pekerjaan rumah atau menjadi bapak rumah tangga membuat diri mereka nyaman. Selain itu mereka melakukan hal tersebut dengan mengkomunikasikannya bersama pasangan sehingga tidak terjadi kesalah pahaman. Mungkin saja beberapa laki-laki sebenarnya menikmati proses dalam melakukan pekerjaan domestik bila dilihat dari tanggapan kedua orang ini.

Dengan beberapa data diatas bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya tidak ada masalah yang berarti bila bapak mengurus pekerjaan rumah. Mungkin hal ini merupakan dampak yang terjadi dengan adanya faktor budaya serta agama. Budaya di Indonesia seringkali menempatkan laki-laki sebagai poros dan pokok dari keluarga, kita bisa lihat di pulau Jawa hampir semua budaya menitik beratkan laki-laki sebagai kepala keluarga. 

Patriarki dalam kebudayaan ini membuat presepsi masyarakat sering kali menempatkan laki-laki sebagai pihak penopang penuh dalam keluarga. Belum lagi beberapa agama juga selaras dengan ini, dalam kitab dan ajarannya seringkali laki-laki dianggap sebagai pelindung, penopang serta pemimpin yang harus dihormati dan dilayani. Beberapa faktor ini mendorong masyarakat Indonesia untuk tetap berpegang teguh bahwa laki-laki sejati harus menafkahi, pekerja keras serta mampu memimpin dengan visinya sendiri.

Kalau saja banyak masyarakat Indonesia yang bisa menerima bahwa laki-laki juga bisa mengurus dan melakukan pekerjaan rumah mungkin saja angka KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) bisa ditekan. Dilansir pada the conversation yang ditulis pada 8 agustus 2020 pada jam 3.28 sore menunjukan bahwa KDRT selama pandemi meningkat tajam. 

Tercatat ada 319 kasus yang diterima oleh Komnas HAM. Angka tersebut menunjukan bahwa tingkat stress yang dialami terutama laki-laki cukup besar. Bekerja dari rumah dan mengurus rumah tangga belum sepenuhnya dimengerti oleh mayoritas laki-laki ini. Sehingga sering kali terjadi perdebatan dan pertengkaran yang menyebabkan KDRT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun