Mohon tunggu...
AkakSenja
AkakSenja Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan yang terus belajar, bertumbuh, dan sembuh melalui tulisan.

Ekspresif yang aktif. Menulis untuk diri sendiri. Fotografi dan pejalan jiwa. Penikmat kopi dan penyuka senja.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pandangan Hidup dan Kemanusiaan

1 Desember 2020   12:00 Diperbarui: 1 Desember 2020   12:13 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tidak ada yang namanya kebetulan
Adanya jalan takdir oleh skenario Tuhan
Sama halnya seperti Dia yang mempertemukan kita
Berawal dari 2 minggu yang lalu, kisah dan cerita kita dimulai

Dari kelemahan yang saling menguatkan
Dari kegetiran yang saling menyamankan
Dari kegelisahan yang saling menenangkan
Dari kesedihan yang saling melegakan
Segenggam masa lalu yang tak pernah dibayangkan
Puluhan kisah yang patut diabadikan.

Aku tak pernah menyangka,
Kamu adalah salah satu manusia yang dipertemukan Allah denganku
Kamu lahir di salah satu pojok Nusantara dan aku di sisi lainnya
Dan Allah memperkuat ikatan takdir itu rupanya.

Kamu belajar, akupun demikian lebih belajar
Terima kasih untuk bangkit selepas sakit
Terima kasih untuk semangat meski tak sangat
Terima kasih telah mau menjadi keping memori kenanganku,
Saat banyak sekali hal yang kurindu.

Semua orang yang berlaku sepantasnya sebagai manusia pada sesamanya. Iya. Kalian semua yang mau menerimaku apa adanya,
Yang menjadikanku lebih baik sebagai manusia saat ini
Sebagaimana Allah mempertemukanku dengan kalian,
Allah juga telah mempertemukanku dengan seseorang yang lainnya (lagi).

Seringkali, aku sadar
Aku terlihat angkuh bagi kalian
Hanya karena mengabaikan pesan singkat
Atau meninggalkan tanggung jawab di saat kalian mempercayaiku lekat
Atau aku melakukan apapun seenak jidat
Atau aku tidak sesuai yang kalian ingin
Atau aku bukan lagi orang terakhir kali kalian ingat.

Dulu, aku sempat menghadapi pilihan yang harus aku putuskan,
Mana yang harus kuambil
Akhirnya, aku memilih untuk berambisi, tentunya ambisi yang sehat dan bisa membuatku memetik banyak hal.
Ilmu, pengalaman, pembelajaran, etika, naluri dan kepekaan.

Tapi, keputusan itu menggiringku menjadi diriku yang sekarang
Tidak! Lebih tepatnya, aku memang sudah seperti itu sejak awal
Pilihan hanyalah alasan agar aku membuang waktu dan berlalu sia-sia
Dari kesia-siaan itu, waktu membalaskan dendamnya melalui ambisiku.

Aku bukan lagi orang yang berambisi,
Melainkan seseorang yang berdiri sendiri yang di mata orang lain 'sak penak e dewe'
Atau seseorang yang idealisme kata sebagian orang,
Namun beberapa lainnya aku terlihat 'sok dialektis'.

Aku lahir dari banyak kesalahan, rasa takut, kekecewaan,
Trauma, air mata, kesedihan, kesepian
Yang pada akhirnya aku kembali pada Tuhan
Dia menuntunku untuk dekat dengan-Nya dari kesakitan yang luar biasa
Yang membekaskan luka hingga berkerak.

Selepas ambisi yang menghempaskanku ke udara
Lalu menjatuhkanku ke bumi hingga berdebum
Aku dikenalkan pada keyakinan dan kemanusiaan
Tampaknya, kedua hal itu yang masih tersisa
Atau lebih tepatnya terbentuk dari ambisi yang mengendalikanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun