Relatif, tergantung sudut pandang, tergantung pola pikir, tergantung konteks, dan sejenisnya, adalah kata-kata yang sering muncul dalam suatu percakapan atau diskusi.
Kadang-kadang saya merasa lucu apabila kata-kata itu dimunculkan oleh seseorang untuk menyikapi suatu pembahasan, apabila yang dibahas itu sudah jelas (dalam hal ini pendapatnya salah), kadang-kadang juga malah menjengkelkan karena berlindung dibalik kata-kata relatif, misalnya "kepala kan sama-sama hitam, isinya lain-lain".
Sebagai contoh ekstrim,
1+1=2
[saya batasi dalam konteks matematika loh, karena (lagi) dari sudut pandang ekonomi dan biologi bisa saja jadi 2, 3 dan seterusnya hehehehe...]
Jawaban 1+1=2 adalah kebenaran mutlak, tidak ada relativitas untuk contoh ini.
Kalau diambil contoh yang lebih kompleks, misalnya sistem pemerintahan mana yang paling bagus, pemimpin mana yang paling adil, pendapat siapa yang benar mengenai suatu peristiwa, benar atau tidaknya keberadaan tuhan, agama yang mana yang benar dan seterusnya.
Salah satu dari sekian pendapat yang muncul untuk itu mutlak ada satu yang benar, atau sama sekali tidak ada yang benar, dan tidak ada hubungan kebenaran dengan jumlah pendapat.
Hanya saja...
Sebagai mahluk sosial, untuk menjaga lancarnya hubungan sosial, persahabatan, kekeluargaan, dan untuk kedamaian, yang paling penting adalah sikap dalam menyikapi perbedaan pendapat itu, saling menghargai, respect each other, kecuali suatu pendapat yang melanggar hukum yang berlaku.
Manfaat yang bisa diperoleh dari keanekaragaman pemikiran adalah kita akan mengenal, mengetahui kualitas dan sejauh mana pengetahuan seseorang mengenai suatu hal, selain itu dari keanekaragaman itu bisa juga malah menambah informasi atau meningkatkan kualitas pendapat kita sendiri.