Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Entrepreneur

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik kepada lingkungan alam dan lingkungan sosial dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kita Suka yang Manis-manis?

28 September 2022   10:44 Diperbarui: 28 September 2022   10:53 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kasus somasi PT Esteh Indonesia Makmur terhadap pemilik akun Twitter Gandhoyy, memicu lahirnya berbagai tema atau berita yang berkaitan dengan yang manis-manis. Umumnya tema yang berhubungan dengan kesehatan dan industri minuman. Saya sendiri tertarik untuk membahas dari sisi yang lain, mengapa kita umumnya (kalau bukan semuanya) suka dengan yang manis-manis?

Sebelum melenceng ke topik lain, biarlah kucegah di awal bahwa tulisan ini tentang kemanisan makanan dan minuman loh ya. Bukan yang manis-manis itu, yang bisa membuat hati gemetaran dan lutut goyah. Hehehe.

Sejumlah penelitian ilmiah menunjukkan bahwa bayi atau anak-anak menyukai makanan-minuman yang rasanya manis dan lidahnya lebih sensitif terhadap rasa yang lain, khususnya rasa pahit, dibandingkan dengan orang dewasa. 

Sudah dari sononya (genetis) kita menyukai rasa manis (Scientific American/NIH). Hal ini terutama dikarenakan sumber energi utama kita adalah glukosa (monosakarida dari golongan karbohidrat) yang naturnya berasa manis. 

Apalagi anak-anak yang sedang dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, dimana mereka membutuhkan asupan energi yang relatif lebih cepat yang sifatnya instan, yang langsung dimetabolisme oleh sel-sel tubuh. Sedangkan sumber energi kita yang lain, lemak dan protein, mesti diubah dulu secara kimiawi di organ hati (liver) yang ujung-ujungnya menjadi glukosa juga.

Dengan demikian, sadar tidak sadar, kita jadi menyukai rasa manis pada berbagai jenis makanan dan minuman. Dalam kehidupan sehari-hari, biasanya kita memperoleh glukosa dari gula pasir (sukrosa), gabungan glukosa dan fruktosa yang langsung dipisahkan oleh sel. Sebelum digunakan oleh tubuh, fruktosa diubah dulu menjadi glukosa.


Bagaimana dengan kadar kemanisan?


Tingkat kemanisan suatu makanan atau minuman pada setiap orang bisa berbeda, subjektif.  Hal ini sangat dipengaruhi oleh pola asuh orangtua dan lingkungan kebudayaan dimana kita lahir dan dibesarkan. Terkait hal ini, Gandhoyy mungkin berasal dari latarbelakang keluarga atau lingkungan yang tidak begitu menggemari yang manis-manis, atau lidahnya memang secara biologis sensitif terhadap kadar kemanisan.

Kadar kemanisan produk-produk di pasaran, nilainya sekitar 10-20 BRIX menggunakan alat refraktometer. Sebagai gambaran, 1 BRIX setara dengan 1 gram gula pasir dalam 100 ml air.


Bagaimana dengan pemanis buatan?


Pemanis buatan yang jamak kita temukan dalam produk makanan-minuman diantaranya adalah aspartame, sucralose, acesulfame, saccharin, xylitol dan steviol. Sejumlah penelitian ilmiah menunjukkan ada kecenderungan pemanis buatan memicu lahirnya berbagai penyakit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun