Mohon tunggu...
Ajun Pujang Anom
Ajun Pujang Anom Mohon Tunggu... Guru - Guru Plus-plus

Sedang menikmati peran sebagai guru sekaligus penulis, dan pembicara di bidang literasi, metode pengajaran dan media pembelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru adalah Manusia yang Mengubah Dunia

24 Februari 2019   11:12 Diperbarui: 24 Februari 2019   11:24 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah ungkapan ini terlalu muluk untuk terdengar? Apakah bisa timbul kesan yang berlebihan, jika ini diutarakan oleh seorang guru, karena mungkin dianggap terlalu memuja profesi sendiri? Terlepas dari dua pertanyaan di atas, yang dapat memunculkan perdebatan tanpa ujung, saya mau bercerita tentang bagaimana hidup saya dipengaruhi oleh guru-guru saya.

Saya bersyukur telah dikarunai guru-guru hebat. Tak ada satu pun guru saya yang "nanggung" kompetensinya. Mereka semua terlihat keren di mata saya. Tentu sejak saya berhasrat jadi guru, saya ingin punya kehebatan seperti mereka. Tapi terus terang, bila memiliki semua kehebatan mereka, jelas hal yang musykil. Selain daripada niat memiliki semuanya, saya pikir itu seperti bentuk kerakusan tersendiri. Saya merasa cukup untuk bisa menguasai satu-dua skill saja.

Makanya saya memilih beberapa atau lebih tepatnya mengutamakan sebuah model utama yang mendominasi. Demi menghormati beliaunya (dan guru-guru lainnya), saya pandang tidak perlu menyebutkan nama. Cukup kehebatan apa yang dimiliki. Guru yang saya jadikan rujukan utama ini, memang luar biasa. Bagaimana tidak, beliau dapat mengoreksi pekerjaan siswa dengan kecepatan di luar nalar. Seakan-akan, beliau tak membaca sama sekali. Pulpennya benar-benar berperan seperti mesin pemotong membabat rumput-rumput liar di halaman. Akurat, gegas dan tanpa jeda, sebelum tuntas.

Mbokya dilama-lamain dikit, biar kesannya seperti dibaca. Kalau cepet-cepet gini, efeknya itu lho bikin murid terpana. Mungkin jika Google sudah ada di masa itu, bisa-bisa dilibas sama beliaunya. Yang saya katakan ini beneran, beliau itu sudah mirip ensiklopedia berjalan. Dan lebih hebatnya lagi, beliau ini cuma cengar-cengir mendengar protes dari siswanya. Tidak tanda-tanda di wajah beliau, untuk menuju kemurkaan. Beliau terlihat woles, dan menjelaskan begitu detil kesalahan tugas.

Padahal sudah menjadi rahasia umum, guru-guru yang mengampu mata pelajaran seperti beliaunya, cenderung bertampang galak. Nampaknya beliau ini sebuah anomali. Beliau termasuk guru yang ramah (lebih tepatnya sangat ramah). Seingat saya tak pernah ada sesi marah-marah di dalam pengajarannya. Kalau soal ini, sungguh suatu hal yang sulit saya tiru. Meski begitu paling tidak, saya pernah dikenal sebagai guru yang sabar, baik oleh rekan guru, murid, dan wali murid. Walau ini menurut saya, terlalu berlebihan.

Selain beliau ini, ada guru lain yang saya contek gaya mengajarnya. Beliau ini bisa dibilang produk pengajaran old-fashioned yang mengutamakan tulisan yang serba rapi. Meskipun tulisan saya tak rapi-rapi amat, saya tak segan-segan membenarkan tulisan yang bertipikal seperti sandi rumput. Bahkan kalau perlu, saya mengadakan les menulis tulisan yang baik di luar jam sekolah. Terlepas siswa tersebut sudah tinggi kelasnya. Saya beranggapan tulisan buruk, tidak saja merusak indra mata, tapi juga menumpulkan empati.

Di samping punya kemampuan menulis yang luar biasa bagusnya, beliau ini selalu update perkembangan dunia pendidikan. Selalu ada saja hal yang dilakukannya, agar anak didiknya paham. Di kala belum banyak guru yang ngeh akan teknologi, beliau sudah menerapkannya. Namun beliaunya tidak lantas memuja teknologi. Teknologi hanya dipandang sebagai salah satu sarana. Dan pandangan beliaunya ini, saya pegang sampai sekarang. Makanya pada suatu waktu, saya dikenal sebagai guru kreatif, beliaulah yang sebenarnya berjasa.

Sebenarnya tak cuma beliau berdua saja, yang saya anggap kiblat dalam masalah pembelajaran. Masih ada beberapa, namun saya rasa beliau berdua sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana guru-guru telah mengubah dunia saya.

Bojonegoro, 24 Februari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun