Mohon tunggu...
Ajun Pujang Anom
Ajun Pujang Anom Mohon Tunggu... Guru - Guru Plus-plus

Sedang menikmati peran sebagai guru sekaligus penulis, dan pembicara di bidang literasi, metode pengajaran dan media pembelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Takut Menulis, Ya Wajarlah

23 November 2018   06:06 Diperbarui: 23 November 2018   07:50 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Ajun Pujang Anom

Kalau tak salah ingat, dalam ilmu Sosiolinguistik, disebutkan bahwa seseorang semakin tinggi batang usianya, semakin jauh pula dari keyakinan berbahasa. Hidupnya akan disusahkan oleh dua perhitungan. Selalu merasa terjepit antara salah dan benar. Maka menjadi wajar, kalau ada orang yang bilang, "Saya itu takut menulis."

Oh ya, sebelum pembicaraan ini menjadi jauh, alangkah afdolnya apabila membaca terlebih dulu, apa itu yang dinamakan Sosiolinguistik. Menurut Wikipedia, Sosiolinguistik adalah studi deskriptif tentang pengaruh setiap dan semua aspek masyarakat, termasuk norma -

norma budaya, harapan, dan konteks, pada cara bahasa digunakan, dan efek masyarakat pada bahasa.

Bagaimana? Sudah mulai memahami bukan, jika ketidakmampuan menulis gegara takut, pesimis atau apalah namanya, adalah hal yang wajar. Perumpamaannya seperti menghirup udara pagi. Natural, kata orang bule. Makanya tak perlu "dihebohkan". Jadi persoalannya, bukan sampeyan itu smart atau ndak smart.

Lantas bagaimana halnya, bila ingin tetap belajar menulis? Resepnya cukup gampang, gemarlah membaca buku. Karena tak ada orang yang bisa menjadi penulis yang baik, tanpa membaca.

"Wah, saya tak hobi baca, je." Ada nasehat yang cocok dan cukup menohok untuk perkataan seperti itu, yaitu koleksi buku. Manusia itu sejenis makhluk yang suka kepo dan nyinyir. Jadi ketika ada yang suka menumpuk-numpuk banyak buku. Pasti muncul pertanyaan, "Ngumpulin banyak buku itu buat apa?" Mana tahan tho, orang yang diperlakukan seperti ini? Mirip seperti jomblo ditanya menikah. Bikin sebal level 5.

Tak percaya ucapan saya? Ya, tinggal dilakukan saja. Mudah bukan?

Bagaimana kalau sudah mengerjakan kegiatan menumpuk buku? Buatlah rangkuman. Setelah terbiasa merangkum, mulailah mengkaji tentang konten buku. Apa ada hal-hal yang keliru, kurang, atau perlu diperbaiki. Setelah itu, belajarlah mengutip. Niscaya jika melakukan tiga hal ini, akan ada keajaiban yang datang menghampiri.

Ragu akan ucapan saya lagi? Ya, tinggal dilakukan saja. Mudah bukan?

Bojonegoro, 23 November 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun