Reuni 212 yang berlangsung kemarin (2 Desember 2018) di Jakarta meninggalkan kelucuan. Diperkirakan tidak sedikit pihak yang tersenyum simpul.
Sebelumnya ada pihak yang mengatakan Reuni 212 tidak bermuatan politik atau berkaitan dengan Pilpres 2019, dan Bawaslu sudah melarang acara itu dipakai untuk kampanye atau diisi ujaran kebencian terhadap capres dan cawapres 2019.
Tapi kenyataannya muatan politis itu kental dirasakan, setidak-tidaknya menurut politikus PDIP, Eva Kusuma Sundari.
"Faktanya mereka kampanye, mengajak (masyarakat) memilih PS (Prabowo Subianto) dengan memburuk-burukan Jokowi dan PDIP."
Lain lagi pendapat Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah yang mengatakan Reuni 212 menggiring umat untuk memilih capres yang sama sekali tidak paham tentang Islam.Â
Lalu di mana Reuni 212 meninggalkan kelucuan yang dimaksud tadi?
Terkait ada atau tidaknya pelanggaran kampanye pada Reuni 212 tadi telah membuat pihak Bawaslu DKI Jakarta pun bertentangan pendapat.Â
Ada yang mengatakan telah terjadi pelanggaran kampanye, ada yang berpendapat sebaliknya. Wajar saja jika ada sebagian pihak yang heran dan menganggapnya lucu.
Lha, kalau pihak yang berwewenang untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran kampanye saja bingung atau beda pendapat, bagaimana dengan rakyat biasa?
Rakyat biasa yang tidak sekolah atau pendidikannya rendah tidak mengherankan kalau tidak bisa memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran kampanye di acara Reuni 212 tadi, atau di tempat lainnya.Â
Tapi di sisi lain ada juga kejadian yang melibatkan orang berpendidikan, bahkan tingkat pendidikannya sudah setara S1, S2, S3 bahkan S cendol pun tidak tahu hal-hal yang sederhana, misalnya gratifikasi termasuk tindak pidana korupsi. Seorang doktor dan dosen di sebuah perguruan tinggi yang terkenal pula.
Sila buka kembali berita lama tentang doktor dan dosen yang berkait dengan SKK Migas yang tidak tahu gratifikasi itu termasuk tindak pidana korupsi.Â
Makanya wajar saja jika timbul pertanyaan, kalau dosennya saja seperti itu, bagaimana dengan mahasiswanya?Â
Mudah-mudahan tidak ada mahasiswanya yang mengatakan gratifikasi masih saudara dekatnya gravitasi.
Benar juga kata orang bijak yang kepalanya pitak. Jangan terlalu percaya dan yakin dengan status, jabatan, atau predikat seseorang, apalagi di negara yang masih berkembang.Â
Tapi kalau ditelusuri lebih jauh, bukan hanya Reuni 212 saja yang meninggalkan kelucuan, sebelumnya pun sudah ada kejadian-kejadian lucu terkait politik dan Pilpres 2019.Â
Contoh, ada yang katanya ber IQ 120, tapi begitu mudahnya dibohongi hoaks yang dilontarkan oleh seorang nenek, padahal sebelumnya sempat bertemu muka, tapi tidak bisa menilai apakah yang disampaikan nenek tadi benar atau bohong.
Salam politik itu peang, bukan bundar.
***
Freddie Mercury dan Kawan-kawan