Pancasila, Sila ke LimaÂ
Kurangnya kesesuaian penerapan pada Landasan dasar SilaDengan "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Sehingga sering kali peran guru terabaikan membuat dirinya merasa bahwa menjadi seorang guru kerap merasa kurangnya mendapatkan rasa keadilan yang berlaku.
Di tengah gelombang modernisasi dan revolusi digital, pendidikan seharusnya menjadi ruang yang memberi harapan dan kesempatan lebih bagi setiap individu. Namun, kenyataan yang ada justru memperlihatkan bahwa para guru sebagai ujung tombak pendidikan seringkali menjadi korban dari sistem pendidikan yang cacat. Guru yang seharusnya mendapatkan penghargaan dan dukungan, malah terjebak dalam tatanan sistem yang mengabaikan kesejahteraan mereka, mengekang kreativitas mereka, dan memaksakan kurikulum yang jauh dari kebutuhan nyata di lapangan.
Sistem pendidikan di era modern ini sering kali terjebak pada paradigma yang terlalu kaku, dengan menitikberatkan pada standar ujian dan pencapaian yang bisa diukur secara kuantitatif. Ini menyebabkan para guru harus berhadapan dengan tekanan yang luar biasa untuk mencapai angka-angka tertentu, tanpa memberi ruang yang cukup bagi proses pembelajaran yang sesungguhnya. Alih-alih menjadi fasilitator kreativitas dan pengembangan potensi siswa, banyak guru yang justru terjebak dalam rutinitas pengajaran yang terfokus pada persiapan ujian dan pengejaran nilai, yang tidak selalu mencerminkan kualitas pemahaman siswa secara holistik.
Di sisi lain, beban administratif yang tidak proporsional juga menjadi masalah besar yang membebani para guru. Di banyak daerah, terutama di sekolah-sekolah negeri, guru dipaksa untuk menghabiskan waktu lebih banyak mengurus laporan, mengikuti berbagai pelatihan yang tidak relevan, dan memenuhi target-target administratif yang justru mengalihkan perhatian mereka dari tugas utama: mengajar. Proses pembelajaran yang baik memerlukan interaksi yang mendalam antara guru dan siswa, serta penyesuaian metode pengajaran dengan karakteristik dan kebutuhan setiap siswa. Namun, ketimbang itu, guru seringkali harus terjebak dalam birokrasi yang membuat mereka tidak dapat berfokus pada kualitas pengajaran.
Penyebab lain dari kondisi ini adalah kebijakan pendidikan yang sering berubah tanpa adanya evaluasi yang matang terhadap dampaknya di lapangan. Kebijakan yang diturunkan dari atas sering kali tidak mempertimbangkan realitas yang dihadapi oleh para guru di sekolah-sekolah. Kebijakan pendidikan yang terlalu sering berganti, tanpa adanya dukungan yang memadai untuk implementasinya, justru memperburuk situasi. Para guru tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan langsung dengan tugas mereka. Akibatnya, banyak kebijakan yang diterapkan terasa tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan, dan membuat guru terjebak dalam ketidakpastian.
Tidak hanya itu, guru juga sering kali menjadi korban ketidakadilan dalam hal kesejahteraan. Meski profesi ini sangat vital dalam membangun masa depan bangsa, gaji yang diterima banyak guru di Indonesia, khususnya yang berada di daerah terpencil atau di sekolah-sekolah swasta, sering kali tidak mencerminkan besarnya tanggung jawab yang mereka pikul. Beban kerja yang berat, dengan jam mengajar yang padat dan tanggung jawab yang luas, tidak diimbangi dengan penghargaan finansial yang memadai. Hal ini menambah beban psikologis para guru dan mengurangi motivasi mereka untuk berinovasi dan memberikan yang terbaik dalam pengajaran.
Sistem pendidikan yang "cacat" ini, yang seringkali mengabaikan kebutuhan nyata di lapangan, menyebabkan para guru bekerja dalam tekanan yang terus meningkat. Mereka bukan hanya mengajar, tetapi juga dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan yang kadang tidak masuk akal, tanpa adanya dukungan yang memadai. Guru harus bekerja lebih keras, tetapi sering kali tanpa hasil yang jelas. Pendidikan seharusnya menjadi sarana untuk menciptakan perubahan, tetapi sistem yang ada justru memperburuk keadaan.
Oleh karena itu, sudah saatnya bagi kita untuk melakukan reformasi pendidikan yang lebih komprehensif. Salah satu langkah awal yang perlu diambil adalah mengurangi beban administratif yang tidak perlu dan memastikan bahwa kebijakan pendidikan yang diterapkan relevan dengan kondisi nyata di lapangan. Kebijakan yang diambil harus berbasis pada riset yang solid dan mempertimbangkan masukan dari para guru sebagai pelaku utama pendidikan. Selain itu, perlu ada investasi serius dalam pengembangan profesionalisme guru, dengan memberikan mereka pelatihan yang relevan dan mendukung mereka untuk lebih kreatif dalam mengajar.
Selain itu, penghargaan yang lebih layak kepada guru, baik dari segi gaji maupun pengakuan sosial, sangat diperlukan. Tanpa kesejahteraan yang memadai, sulit bagi guru untuk memberikan kontribusi maksimal dalam mendidik generasi bangsa. Pendidikan yang baik berawal dari menghargai dan memperhatikan guru, karena mereka adalah pilar utama dalam membentuk masa depan yang lebih baik.
Guru, meskipun sering menjadi korban dari sistem pendidikan yang cacat, tetap bertahan demi tugas mulia mereka. Tetapi, mereka membutuhkan dukungan yang lebih nyata, agar dapat menjalankan peran mereka dengan sebaik-baiknya. Jika kita ingin menciptakan pendidikan yang lebih baik di masa depan, kita harus mulai dengan memperbaiki kondisi para guru, karena mereka adalah kunci utama dalam keberhasilan pendidikan itu sendiri.
Guru adalah pilar utama dalam membangun generasi bangsa. Dengan memberikan perhatian yang lebih serius terhadap kesejahteraan guru, kita tidak hanya mewujudkan cita-cita KEADILAN SOSIAL sebagaimana tercantum dalam  Pancasila, tetapi juga meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Setiap guru berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.