Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Munculnya "Desa Siluman" Potret Buruknya Pengelolaan Dana Desa

6 November 2019   11:23 Diperbarui: 6 November 2019   11:34 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seharusnya tidak ada "desa Siluman" atau desa fiktif, seperti yang ditengarai Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Negara ini bukanlah negara baru yang belum mempunyai lembaga pengelola sistem kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil).

Anggaran yang sudah digelontorkan Pemerintah atas nama "Dana desa" jumlahnya sudah ratusan triliun rupiah, kok sekarang baru diketahui kalau ada dwsa penerima transferan dana tersebut "desa siluman", desa yang tidak ada penghuninya, namun ada dalam daftar penerima dana desa.

Inilah potret dari lemahnya pengawasan dan pengelolaan anggaran yang jumlahnya ratusan triliun rupiah. Tidak adanya koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat dan daerah. Padahal bisa dilakukan invetarisasi terlebih dahulu desa yang berhak menerima transferan dana tersebut.

Direktur Eksekutif Lembaga untuk Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran (LETRAA), Yenny Sucipto menduga munculnya desa-desa baru tak berpenghuni yang menerima transferan dana desa disebabkan oleh tak efektifnya sistem evaluasi pengelolaan dana desa dan buruknya koordinasi antar kementerian/lembaga terkait.

"Ada sesuatu yang salah, ada sistem yang tidak berjalan," kata Yenny Sucipto, kepada BBC Indonesia.com (05/11).
"Di saat evaluasi tidak berjalan, di saat perencanaan buruk, ada kongkalikong pengawasan," imbuhnya.

Memang apa yang ditengarai, dengan munculnya desa fiktif tersebut dikarenakan adanya kelemahan pengawasan, dan ketidaktelitian dalam pengelolaan dana desa. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum di desa, yang melihat itu sebagai sebuah peluang untuk mendapatkan uang.

Kalau saja Kementerian Keuangan kerjasama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan pencatatan sipil (Ditjen Dukcapil), tentunya hal semacam itu bisa diantisipasi.

Desa-desa yang sudah diinventarisir sebagai penerima dana desa, bisa dicek keberadaannya di Dukcapil, benar adanya atau tidak, fiktif atau tidak desa yang ada di Dalam daftar inventaris.

Menyangkut dana ratusan triliun, tapi pengelolaan dan pengawasannya tidak efektif, itu sama halnya dengan perbuatan yang sia-sia. Sementara sebagai sebuah negara, kita sendiri belumlah mandiri secara finansial.

Presiden saat pidato nota keuangan 2019 di Gedung DPR MPR, Kamis (16/8), mengungkapkan, akan mengucurkan Rp832,3 triliun atau hampir sepertiga dari RAPBN 2019 sebesar Rp2439,7 triliun ke transfer daerah dan dana desa, walau kebijakan itu rawan korupsi. Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun