Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tolak Revisi UU KPK Akademisi di Teror

12 September 2019   22:26 Diperbarui: 13 September 2019   13:18 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi berdemonstrasi menolak Revisi UU KPK, (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Draf usulan Revisi UU KPK atas inisiatif DPR masih menjadi polemik. Ada yang menganggap usulan Revisi UU KPK yang sudah disahkan DPR dalam sidang Paripurna tersebut adalah Revisi UU KPK.

Sementara ada juga yang menganggap hal itu barulah berupa usulan yang disepakati DPR, belum mendapat persetujuan Presiden Jokowi. Sebetulnya kalaupun harus direvisi UU KPK namun secara substansial demi untuk memperkuat KPK, tentunya bukanlah masalah.

Persoalannya dari draf usulan yang diajukan DPR tersebut, justeru banyak klausul yang pointnya akan berakibat pada pelemahan KPK, sehingga banyak akademisi yang tidak bisa menerima usulan Revisi UU KPK tersebut.

Bahkan sebagian besar akademisi dari berbagai Perguruan Tinggi mendesak Presiden Jokowi untuk menolak Revisi UU KPK tersebut. Terakhir beredar kabar bahwa Presiden secara diam-diam sudah mengirimkan Surpres (Surat Presiden) kepada DPR, tentunya dengan beberapa catatan. Kebenaran berita ini masih perlu komfirmasi kepihak terkait. Baca sini

Tindakan Presiden ini pun sudah memancing kegaduhan, karena dianggap sudah menyetujui draf usulan Revisi UU KPK yang diajukan DPR, padahal kenyataannya, Surpres tersebut berisikan daftar inventaris masukan dari Presiden, yang intinya menolak pasal-pasal yang dianggap melemahkan KPK.

Masukan dari Presiden yang sudah dikirim ke DPR tersebut tentunya akan dibahas ulang oleh Badan legislasi dan DPR. Tetap saja Revisi UU KPK tersebut harus melalui proses persetujuan DPR dan Pemerintah, tidak mungkin hanya disetujui oleh Salah satu pihak.

Makanya sangat tidak mungkin bisa diselesaikan hanya dalam waktu satu Bulan kedepan. Artinya harapan DPR Periode 2014-2019 ingin mengeksekusi Revisi UU KPK tetap saja membutuhkan persetujuan Presiden, waktu untuk menyelesaikan Revisi UU KPK tersebut bisa jadi tidak cukup.

Draf usulan Revisi UU KPK ini sebetulnya sudah pernah diajukan DPR semasa kepemimpinan Presiden SBY, namun mendapat respon yang buruk dari masyarakat, sehingga draf usulan Revisi UU KPK tersebut urung dieksekusi DPR.

Kali ini agaknya DPR Periode 2014-2019, ingin memanfaatkan momentum sisa masa akhir jabatannya yang tinggal kurang lebih satu bulan, untuk mengeksekusi Revisi UU KPK, tentulah hal yang tidak mungkin bisa terlaksana.

Kalau sampai terlaksana, maka menjadi preseden buruk bagi semangat Pemberantasan Korupsi. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa diinternal KPK sendiri masih banyak persoalan serius yang perlu dituntaskan. Kalaupun memang harus ada yang direvisi dari UU KPK, tentu tujuannya untuk memperkuat KPK, bukan justeru memperlemah KPK.

Kalau ada akademisi atau kelompok masyarakat menolak Revisi UU KPK, ya wajar-wajar saja, tidak perlu mereka diintimidasi ataupun di teror. Toh apa yang mereka suarakan adalah aspirasi murni, seperti halnya aspirasi mayoritas Anggota Dewan yang ingin merevisi UU KPK.

Seperti yang dilansir Tempo.co, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mendapatkan teror setelah banyak bicara menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK. Dia mengatakan beberapa hari ini mendapatkan ratusan panggilan telepon dari nomor tak dikenal, baik dari dalam maupun luar negeri.

Hal yang serupa dialami oleh beberapa akademisi lainnya, seperti yang penulis baca dari timeline Facebook Imam B. Prasodjo, yang juga menerima panggilan telpon dari nomor yang tidak dikenal, baik dari dalam maupun luar negeri.

Sumber: Timeline FB Imam B.Prasodjo
Sumber: Timeline FB Imam B.Prasodjo

Sebagai mana diketahui, Imam B Prasodjo adalah juga merupakan seorang pengamat sosial dan Dosen Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Indonesia, yang juga mempunyai perhatian yang cukup intens terhadap pelemahan KPK. Sehingga beliau pun menjadi target teror karena Ikut menolak Revisi UU KPK.

Seperti yang dikatakan Zainal, bukan cuma dirinya yang mengalami teror tersebut. Sedikitnya ada 10 akademisi yang juga mendapatkan teror dari nomor tak dikenal. Di antaranya, Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti dan dosen UGM Rimawan Pradiptyo. Akun WhatsApp Rimawan bahkan diretas. Peretas tak dikenal mensabotase akun milik pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM ini untuk menyebarkan konten dukungan terhadap revisi UU KPK.

Jadi para akademisi yang gencar melawan pelemahan terhadap KPK pun mendapat teror. Ada kekuatan apa sebenarnya dibelakang upaya pelemahan KPK tersebut.? Semoga Presiden Jokowi menangkap aspirasi yang berkembang saat ini. Wassalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun