Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menolak Amandemen UUD 1945, Jokowi Berhadapan dengan Megawati?

15 Agustus 2019   09:28 Diperbarui: 15 Agustus 2019   11:13 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya pada Periode kedua Jokowi benar-benar tidak ada beban lagi, bahkan berhadapan secara frontal dengan PDI Perjuangan pun Jokowi tidak lagi takut. Hal ini terbukti, Jokowi terang-terangan menolak wacana amandemen UUD 1945 yang digulirkan PDI-P.

Sebagaimana diketahui, PDI-P mewacanakan amandemen terbatas dari UUD 1945, yang point-nya ingin menjadikan kembali Presiden sebagai Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR, dan itu artinya Presiden akan dipilih dan diberhentikan oleh MPR.

Seperti yang dilansir Kompas.com, Presiden Joko Widodo menolak wacana pemilihan presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Cara pemilihan presiden seperti ini terjadi di masa Orde Baru saat Soeharto dipilih sebagai presiden sebagai mandataris MPR.

"Saya ini produk pilihan langsung dari rakyat, masak saya mendukung pemilihan presiden oleh MPR," kata Jokowi saat bertemu pimpinan media massa di Istana Kepresidenan pada Rabu (14/8/2019).

Penolakan Jokowi ini adalah bentuk perlawanannya secara langsung dan frontal terhadap Partai pengusungnya, karena yang mewacanakan gagasan amandemen tersebut adalah PDI-P, itu artinya Jokowi tidak saja berhadapan dengan PDI-P, tapi juga secara langsung berhadapan dengan Megawati.

Bahkan PDI-P mewacanakan Barter Ketua MPR dengan Amandemen UUD 1945. Wakil Ketua MPR dari PDI-P Ahmad Basarah mengatakan partainya akan mengajukan calon ketua sendiri jika partai lain tak menyepakati agenda amandemen.

"Istilahnya bukan mengambil alih. Kalau kemudian nanti calon-calon ketua MPR yang sudah menyatakan kesediaannya tidak setuju, ya berarti tidak sesuai dengan agenda PDI-P. Maka dengan sangat terpaksa, PDI-P bisa saja mengusulkan kadernya sebagai calon ketua MPR," kata Basarah kepada Tempo.co, Jumat, 9 Agustus 2019.

Jadi "Babaliut" kekisruhan pembagian kekuasaan, PDI-P sebagai Partai Pemenang sepertinya ingin memdominasi berbagai jabatan penting. Sudah mendapatkan jabatan Ketua DPR, masih ingin Ikut memperebutkan Kursi Ketua MPR, karuan saja persoalan ini menimbulkan ketegangan diantara Partai Koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menanggapi niat PDI-P mengajukan calon ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) jika partai-partai lain tak sepakat dengan agenda amandemen Undang-undang Dasar 1945.

Lodewijk sekaligus mengingatkan bahwa PDI-P sudah mendapatkan jatah kursi ketua Dewan Perwakilan Rakyat. "Kita lihat, itu kan sedang berproses. Yang jelas sebagai pemenang pemilu 2019 PDI-P telah mendapatkan kursi ketua DPR RI sesuai UU MD3," kata Lodewijk di kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta Barat, Ahad, 11 Agustus 2019. Tempo.co

Ketidaksetujuan Jokowi terhadap wacana munculnya kembali GBHN, dikarenakan saat ini Indonesia sudah memiliki Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 sebagai pengganti GBHN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun