Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemimpin Bayangan di Belakang Prabowo

7 April 2019   11:30 Diperbarui: 7 April 2019   12:08 3917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Strategi HTI dan sekutunya merapat ke Kubu Prabowo-Sandi bukanlah tanpa tujuan. Pemerintahan Jokowi boleh saja membubarkan HTI, tapi bukan berarti cita-cita mereka untuk mendirikan negara khilafah sudah mati.

Tidak sedikit masyarakat yang sudah terpapar faham HTI, karena keberadaan mereka dinegara ini sudah cukup lama, mereka sudah menyusup dalam sendi-sendi birokrasi Pemerintahan, mereka juga sudah merasuki para kaum terdidik dan akademisi diberbagai perguruan tinggi.

Dalam gerbong Prabowo-Sandi mereka merasa terlindungi, azas manfaat simbiosis mutualism antar keduanya menjadi sinergi yang sangat dibutuhkan, terlebih lagi dimasa kampanye Pemilu 2019. Jumlah massa yang dimiliki HTI menjadi amunisi bagi kubu Prabowo-Sandi.

Yang mengusung negara Khilafah bukan cuma HTI, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dengan ikhwanul Musliminnya. Bahkan yang tidak terang-terangan mendukung berdirinya negara khilafah pun banyak, seperti Front Pembela Islam (FPI), Forum Ummat Islam (FUI), memang hanya HTIlah yang berani menolak Pancasila dan demokrasi secara terang-terangan.

Kalau saja ada Partai Politik yang mencalonkan Habib Riziek Shihab atau HRS, sebagai Capres saat Ijtima' Ulama memilih Capres, pastinya HRS sudah masuk dalam urutan Capres Ijtima' Ulama, dan sudah pasti pula pilihan ulama bukanlah Prabowo, tapi HRS.

Meskipun posisi HRS bukan seorang Capres, tapi dia adalah pemimpin bayangan dalam kepemimpinan Prabowo, lihat saja Prabowo selalu membutuhkan advis HRS, bahkan kalau Prabowo terpilih menjadi Presiden, urusan pertama yang akan dia lakukan adalah menjemput HRS dengan pesawat pribadinya.

Begitu berarartinya HRS dimata Prabowo, lihat saja hari ini, (09/03/2019), dalam Kampanye Akbar Prabowo-Sandi, HRS kembali membuktikan pengaruhnya di Gelora Bung Karno, sejak sholat subuh berjama'ah, dilanjutkan dengan Kampanye. Pengaruh HRS lah yang menggerakkan massa tersebut, meskipun secara fisik HRS berada di Mekkah.

HRS bermain cantik, dia tidak perlu tampil sebagai Capres, tapi dia juga tidak ingin begitu saja mengubur niatnya untuk mendirikan negara khilafah bersama-sama dengan sekutunya HTI. HRS sadar bahwa kekuatan massa yang dimilikinya sangat perlu didukung dengan massa HTI, yang sampai sekarang masih dirahasiakan jumlahnya.

Kalaupun Prabowo-Sandi memenangkan Pilpres 2019, tidak akan bisa melepaskan bayang-bayang HRS dan HTI, simbiosis mutualism antara Prabowo dengan kelompok ini sangat berkaitan erat, meskipun secara terang-terangan, Sandiaga Uno tidak terlalu dekat dengan kelompok ini.

Prabowo tidak bisa menampik kalau dalam barisannya ada kekuatan kelompok pengusung khilafah, HRS sendiri dalam Tablignya seringkali menyuarakan pendirian negara khilafah, hanya saja dia mulai mengurangi frekuensinya, sejak HTI dibubarkan, Karena dia kuatir akan berimbas juga pada FPI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun