Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Strategi Politik Dan Politik Kaum Bar-bar Dalam Pilpres 2019

9 Oktober 2018   06:39 Diperbarui: 9 Oktober 2018   06:41 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi foto : Kesosnet.files

Yang harus disadari oleh para politisi dinegeri ini, sebuah Kontestasi Politik baik Pilkada Pilpres, adalah bukanlah medan Perang Fisik, tapi Perang Program dan adu strategi untuk memenangkan pertarungan tanpa ada yang merasa dikalahkan.

Mau menggunakan strategi apa saja sah-sah saja, tapi tetaplah mengedepankan moral dan etika berpolitik. Ibarat pepatah, "Seperti menarik benang dalam tepung, benang ditarik tepung tidak ikut tumpah."

Mau pakai strategi ala Rusia kek, atau strategi ala China, bukanlah itu persoalannya. Esensi sebuah Kontestasi adalah membangun iklim demokrasi, mempraktekkan cara berdemokrasi sesuai dengan defenisinya, bahwa Kekuasaan dari rakyat untuk rakyat, bukan memilih penguasa rakyat.

Pertanyaannya adalah, apakah kita sudah mengamalkan yang seperti itu.? Kalau Kontestasi belum dimulai saja sudah memperlihatkan sikap Arogansi Kekuasaan. Tidak mau dipersalahkan, tapi menciptakan sebuah kesalahan untuk dituduhkan sebagai kesalahan pihak lawan.

Bisa dibayangkan, kalau yang seperti itu diberikan Kekuasaan, bisa-bisa hukumpun tidak berlaku bagi Kekuasaannya, hukum hanya berlaku bagi rakyatnya. Praktek inilah yang sedang dijalankan kubu Prabowo saat ini, dengan arogannya menolak proses hukum, mengerahkan Massa untuk menekan aparat hukum.

Politik garis keras yang pernah diterapkan saat Pilkada DKI Jakarta 2017, dianggap sebagai sebuah strategi yang sukses mencapai kemenangan. Dimana demo berjilid-jilid, menghiasi Jakarta hampir setiap hari. Cara-cara seperti itupun mau diterapkan pada Pilpres 2019 nanti.

Politik kerumunan massa dianggap sukses menekan aparat penegak hukum, dan mereka bangga hukum bisa ditegakkan sesuai dengan keinginan mereka, bukan berdasarkan kepatutan penegakan hukum seharusnya. Ketika hukum itu sendiri ingin diterapkan kepada mereka, dengan serta merta mereka menolaknya secara berjama'ah, dan tetap mengerahkan kekuatan Massa.

Sangat disayangkan jika Panggung Politik hanya diisi Manusia Politik yang seperti itu, yang tidak bisa menghargai hukum sebagai Panglima dalam sebuah penyelenggaraan negara. Sangat disayangkan jika Panggung Politik hanya dimanfaatkan untuk pemuasan syahwat Kekuasaan. Karena pada akhirnya politik kehilangan Ruhnya.

Tanda-tanda kubu Prabowo ingin menggunakan Politik Garis Keras sudah mereka perlihatkan. Ormas Garis Keras sebagai pendukung pun sudah mulai memperlihatkan kekuatannya. Setiap momentum digunakan sebagai penggalangan kekuatan Massa.

Amien Rais pernah mengatakan bahwa kelompok mereka adalah merupakan barisan Partai Tuhan. Sementara Akhlak yang diperlihatkan mereka bukanlah Akhlak Tuhan, tapi lebih mirip kepada Akhlak kaum Bar-bar. Yang lebih memaksakan Kehendak sendiri daripada memahami Kehendak Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun