Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilkada 2018, Aspirasi Masyarakat Tidak untuk Partai

27 Juni 2018   20:23 Diperbarui: 27 Juni 2018   20:33 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Tribunews.com

Pilkada serentak 2018, adalah Pilkada yang Sehat, semoga atmosphere ini menular ke Pilpres 2019. Yang menang tetap rendah hati, yang kalah pun hendaknya berbesar hati menerima kekalahan. Prinsip ini Juga semoga menular pada pengikut dan simpatisan Calon Kepala Daerah, agar situasi dan kondisi negara tetap kondusif sampai Pilpres 2019 diselenggarakan.

Kita mesti mengambil banyak pelajaran dari Pilpres 2014 Dan Pilkada DKI Jakarta 2017, dimana menyisakan Dua kubu yang terus meramaikan sosial media, dengan berbagai perseteruan yang tidak Sehat, bahkan sampai pada penyebaran fitnah dan hoax yang menjadi santapan nettizen setiap hari. Mengembalikan situasi ini kembali pada situasi semula memang tidak mudah, selama Dua kubu terus berseteru hanya disebabkan keberpihakan.

Situasi yang kondusif paskapemungutan suara harus tetap dipertahankan, sampai hasil final yang dikeluarkan KPU. Harusnya Kita sama-sama bisa menerima semua hasil. Bahwa hasil akhir nantinya sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat. Tidak Ada lagi yang perlu diperdebatkan, menerima semua hasil dengan jiwa besar adalah manifestasi dari keinginan bersama. Kepentingan bangsa diatas segala kepentingan yang Ada.

Kalau melihat yang unggul dan menang sementara ini disetiap daerah, sudah sesuai dengan aspirasi. Yang menang memang sudah pantas menang, yang kalah memang belum saatnya untuk menjadi Pemenang. Berhenti lah mencari celah untuk menganulir kekalahan, yakini saja semua hasil tersebut adalah bagian dari ketetapan Allah. Mencari celah kesalahan hanya Akan menimbulkan keresahan.

Tentunya banyak Partai Politik yang kecewa dengan hasil Pilkada 2018, terutama yang jagoannya kalah, dan Ada Juga yang senang menerima kemenangan. Yang perlu disadari oleh Partai Politik adalah, bahwa aspirasi yang masyarakat dalam pemilihan bukanlah mewakili Partai, tapi memang semata untuk Calon yang diusung Partai.

Partai yang salah dalam memilih calon untuk mewakili Partai dalam Kontestasi, maka Akan menerima kenyataan bahwa calon yang diunggulkan kalah dalam pertarungan. Ini sebuah kenyataan bahwa pemilih tidak melihat Partai pengusungnya, tapi lebih kepada siapa yang diusung. Kenapa PDIP dan Gerindra gagal di Jawa Barat, karena calon yang diusung kedua Partai tersebut tidak terlalu dilirik sebagai kandidat.

Ego Partai dalam menentukan calon Gubernur tidak menyerap aspirasi yang berkembang, lebih mengedepankan ego ketimbang kepentingan untuk pemenangan, sehingga calon yang dipilih lebih kepada pemenuhan syahwat Partai ketimbang aspirasi masyarakat. Beberapa Partai yang tadinya tidak diperhitungkan malah calonnya memenangkan pertarungan.

Lain halnya dalam Pemilu Legislatif, bisa saja aspirasi pemilih lebih melihat Partai yang mewakili Calon Legislatif, apa lagi kalau calon yang diajukan Partai pun memiliki rekam jejak yang bagus. Kalau calon yang diajukan cacat moral, Juga Akan mempengaruhi tingkat keterpilahan Partai.

Dalam Pilpres pun demikian, pemilih lebih melihat kapabelitas dan integritas Capres yang diusung Partai, pemilih sama sekali tidak peduli dengan Partai yang mengusung. Tidak perlu Partai Politik merasa jumawa, karena Partai hanyalah kendaraan pengantar Capres menuju Kontestasi Pilpres, peranan Partai hanya sebatas kendaraan Politik, tidak Akan lebih dari itu.

Hasil Pilkada serentak 2018 ini harus menjadi bahan introspeksi bagi Partai Politik. Salah Partai dalam mengusung Capres, maka Partai Akan apes. Aspirasi masyarakat dalam memilih adalah untuk mewakili Calon yang dipilih Partai, bukan untuk mewakili Partai. Partai Politik harus selektif dalam menentukan calon, harus melihat aspirasi masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun