Mohon tunggu...
Dayangsumbi
Dayangsumbi Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Musik, Filosofi

Blogger Writer and Amateur Analys, S.Komedi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cinta-Diri

17 April 2021   03:00 Diperbarui: 13 Maret 2022   15:49 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Freepic/Pexels

Fromm menggambarkan, membandingkan dengan perhatian berlebihan pada orang lain seperti, seorang ibu yang terlalu protektif. Sang ibu secara sadar meyakini bahwa dia menyayangi anaknya. Namun, sesungguhnya dia menyimpan kebencian yang ditekan sangat dalam terhadap obyek yang jadi perhatiannya. Dalam arti sederhananya bahwa dia perhatian berlebihan bukan karena terlalu mencintai anaknya, tapi karena dia harus menebus kekurangan kapasitasnya dalam mencintai sang anak sepenuhnya.

Terdengar mencengangkan bukan, sifat terlalu protektif itu sebenarnya bukan ekspresi perhatian namun, bentuk traumatis atau pengalaman kegagalan atau kurangnya kapasitas diri dalam mencintai anak sepenuhnya. Tapi, kita tidak boleh salah paham terhadap perhatian-perhatian yang diberikan orang tua kepada kita, sesugguhnya orang tua mengatur dan mengarahkan kita itu merupakan bentuk perhatiannya dan tanggung jawabnya, hormat dan pengetahuannya atau kapasitas dirinya terhadap kita untuk mengembangkan kita sehingga kita berkembang dan bertumbuh kearah kemajuan diri kita dan membuat kita dapat beradaptasi dengan lingkungan luar, dunia sosial seperti adat istiadat dimana kita tinggal.

Masih dalam buku The Art of Loving, Teori sifat egoisme ini didukung oleh pengalaman psikoanalisis dengan "ketidakegoisan" neurotis, sebuah gejala neurosis yang terlihat pada tak sedikit orang yang biasanya bermasalah bukan dengan gejala ini tapi dengan orang yang terkait dengan ini, misalnya orang depresi, lelah, tidak mampu bekerja, gagal dalam hubungan cinta. Bahwa bukan hanya ketidakegoisan tidak dirasa sebagai sebuah "gejala"; tidak mementingkan dirinya sendiri biasanya merupakan ciri karakter pemurah yang sangat dibanggakan. Orang yang "tidak egois" tidak mengharapkan apapun pada dirinya; dia "hidup hanya untuk orang lain", bangga bahwa ia tak menganggap dirinya penting. Namun, dia bingung meskipun tidak egois tapi dia tidak bahagia, dan relasinya dengan orang-orang terdekatnya tidak memuaskan.

Hal itu merupakan menurut para pekerja analisis menunjukan itu tak terlepas dari gejala-gejalanya yang lain, sering kali gejala terpenting; bahwa kemampuannya untuk mencintai atau menikmati apa pun telah lumpuh; bahwa ia diliputi kemarahan pada hidup dan di balik selubung ketidakegoisan itu tersembunyi suatu egosentrisme yang halus tapi sangat dalam. Orang ini hanya bisa sembuh jikaa ketidakegoisannya juga diartikan sebagai sebuah gejala bersama dengan gejala-gejala yang lain, sehingga kurangnya produktivitas, yang berakar dari ketidakegoisannya dan gangguan-gangguan yang lain bisa diperbaiki.

Yang terlihat dari sifat tidak mementingkan diri sendiri ini adalah efeknya terhadap orang lain, dan yang paling sering dalam kebudayaan kita adalah efek ibu "yang tidak egois" pada anak-anaknya. Karena seorang ibu meyakini bahwa dengan tak mementingkan diri sendiri, anak-anaknya akan merasakan arti dicintai.

Namun, ketidakegoisannya ini berdampak lain dari apa yang diharapkan. Anak-anaknya tidak menunjukan kebahagiaan layaknya orang yang yakin bahwa mereka dicintai.

Biasanyanya, mereka terpengaruh kebencian tersembunyi ibu terhadap kehidupan, yang tidak mereka lihat tapi mereka rasakan, dan pada akhirnya mereka jiwai sendiri. Pendek kata, efek dari ibu "yang tidak egois" tak jauh berbeda dari ibu yang egois; malah, kerap kali efek itu lebih buruk, karena ketidakegoisan ibu mencegah anaknya mengkritiknya. Mereka berkewajiban untuk tak mengecewakannya; dibalik topeng kebajikan mereka diajari untuk tidak menyukai kehidupan.

Ibu dengan cinta diri yang tulus, dapat berdampak bagi pengalaman cinta, kegembiraan, kebahagiaan bagi anak, taka da yang lebih baik daripada dicintai oleh ibu yang mencintai diri sendiri.

Dalam buku ini ada kutipan Meister Eckhart sebagai rangkuman gagasan cinta-diri, " Jika kau mencintai dirimu, kau akan mencintai orang lain seperti kau mencintai dirimu sendiri. Selama kau mencintai orang lain kurang dari mencintai dirimu, kau tak pernah benar-benar berhasil mencintai dirimu sendiri, tetapi jika kau mencintai semua sama, termasuk sosok itu adalah Tuhan dan manusia. Dengan demikian, dia adalah orang yang hebat dan bijak yang mencintai dirinya dan mencintai sesamanya dengan setara ".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun