Mohon tunggu...
Dayangsumbi
Dayangsumbi Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Musik, Filosofi

Blogger Writer and Amateur Analys, S.Komedi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cinta-Diri

17 April 2021   03:00 Diperbarui: 13 Maret 2022   15:49 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Freepic/Pexels

Cinta pada orang lain dan cinta pada diri sendiri bukanlah memilih. Menurut Erich Fromm, sikap mencintai diri sendiri akan ditemukan pada mereka yang mampu mencintai orang lain. Pada prinsipnya, dalam hubungan antara "obyek" dan diri sendiri, maka cinta tak dapat dibagi. Lagi-lagi cinta sejati merupakan ekspresi produktivitas dan menyiratkan perhatian, rasa hormat, tanggung jawab, dan pengetahuan.

Cinta sejati bukanlah "afek" (affect) dalam arti terpengaruh (affected) oleh seseorang, melainkan usaha aktif dalam menumbuhkan dan membahagiakan orang yang dicintai yang berakar dari kapasitas diri untuk mencintai.

Mencintai adalah aktualisasi serta pemusatan kekuatan cinta. Afirmasi mendasar yang terdapat dalam cinta diarahkan pada orang yang dicintai, sebagai inkarnasi dari sifat-sifat manusia. Cinta itu yang pernah kita bahas adalah perangkat instingtif manusia yang telah tumbuh dari kerajaan hewan yang akhirnya melampaui alam walaupun tak pernah terpisah darinya.

Istilah William James, "pembagian kerja", yang mana orang mencintai keluarganya, tapi tanpa mencintai "orang asing", merupakan sebuah tanda ketidakmampuan untuk mencintai. Menurut Fromm, itu keliru, Cinta manusia bukanlah suatu abstraksi menggantikan cinta pada orang tertentu, tapi itulah asumsinya. Padahal secara genetis cinta manusia diraih saat mencintai individu-individu tertentu.

Maka dari itu, diri ku sendiri harus menjadi objek cintaku sebesar pada orang lain. Jika seorang individu mampu mencintai secara produktif, berarti dia mencintai dirinya sendiri juga; jika dia hanya bisa mencintai orang lain, dia sama sekali tak bisa mencintai.

Cinta pada orang lain dan pada diri sendiri merupakan hal yang saling berkaitan, bagaimana dengan selfish (egois) ? Orang egois kita tahu bahwa ia hanya tertarik pada dirinya sendiri, menginginkan segalanya untuk dirinya sendiri, tak senang memberi, hanya menerima. Terkadang orang egois menutupinya dengan pura-pura peduli. Namun, pada akhirnya mengungkit-ungkit pemberiannya itu atau meng-hebring-kan pemberiannya itu pada orang lain guna self-interest-nya.

Menurut Erich Fromm, dia melihat dunia luar hanya berdasarkan apa yang bisa diperolehnya; dia tak tertarik pada kebutuhan orang lain dan tak tertarik untuk menghormati martabat dan integritas mereka. Dia tak memandang apapun selain dirinya; dia hanya menilai semua orang dan segala hal dari keuntungan dirinya; sesungguhnya dia tak mempu mencintai.

Apakah ini bukti bahwa kita harus memilih antara peduli dengan orang lain atau diri sendiri ? ini benar jika dan hanya jika egoisme dan cinta-diri itu sama. Namun, anggapan itu keliru sehingga mengakibatkan kesalahan dalam menyimpulkan persoalan ini.

Egoisme dan cinta-diri sama sekali tidak sama, justru bertolak belakang. Orang egois bukan mencintai dirinya terlalu banyak, malah terlalu sedikit; sesungguhnya dia membenci dirinya sendiri. Hal itu disebabkan kurangnya rasa suka dan peduli terhadap diri sendiri, yang ini merupakan salah satu ekspresi kurangnya produktivitas, membuat dirinya hampa bahkan frustasi.

Hal ini membuat dirinya tidak bahagia dan gelisah merebut kebahagiaan yang dia halangi sendiri dari kehidupannya. Dia terlihat tampat berlebihan memperdulikan dirinya, tapi sesungguhnya dia Cuma berusaha menutupi kesia-siaan, kegagalannya dalam memperdulikan dirinnya sendiri yang sejati itu yang berusaha ditembusnya.

Namun, Freud, bersikukuh bahwa orang egois itu narsisistik karena ia telah membelokan cintanya itu pada dirinya sendiri. Menurut Fromm, benar bahwa orang egois tidak mampu mencintai orang lain, tapi mereka juga tak mampu mencintai diri mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun