Mohon tunggu...
Aji Cahyono
Aji Cahyono Mohon Tunggu... Jurnalis - Islamic Education, Politic International Relationship, Middle East Region, Philosopher

Saya di lahirkan dari cinta, oleh cinta, dan untuk cinta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perjalanan Kehidupan Seorang

18 Januari 2019   04:11 Diperbarui: 26 Mei 2023   23:52 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Penulis : Aji Cahyono

UIN Sunan Ampel Surabaya

Si mungil (nama samaran) yang di lahirkan di surabaya ( bisa disebut dengan kota pahlawan atau kota tua yang mempunyai segudang peninggalan yang bersejarah) pada Hari jum'at legi (menurut sumber http://www.wetonjawa.com/2016/09/weton-jumat-legi-ramalan-watak-jodoh.html?m=1 , Orang yang lahir di weton jum'at legi menurut primbon Jawa dianggap sebagai orang yang berwatak Sanggar Waringin. Artinya mereka adalah orang-orang yang bisa mengayomi, bisa diandalkan, dan suka memberi perlindungan. 

Hati mereka teduh dan kata-katanya sangat dingin, jarang menyakiti hati orang lain), pada tanggal 21 mei 1999 (bertepatan dengan 1 tahun pasca tragedi trisakti pada tanggal 21 mei 1998) jam 03:00 Waktu Indonesia Barat (putra sang fajar dari kota pahlawan). 

Si mungil tersebut dilahirkan dengan wujud manifestasi ciptaan Allah SWT (menurut keyakinan orang Muslim) untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan amanat Agama Islam (upaya melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya) sehingga pelaku (atau si mungil) kehidupan mempunyai hak dan kewajiban dengan apa yang di jalani.

Lika dan liku yang di jalankan oleh si mungil mendapatkan ujian dan tantangan dalam kehidupannya semasa dia masih kecil (diantara umur 0-6 tahun), si mungil mengalami rasa sakit yang terdapat di seluruh badannya sehingga tak berdaya. 

Jenis sakit yang dideritanya berupa Asma (atau dalam bahasa jawanya loro mengi) yang begitu berlarut-larut. Rasa sakit yang dideritanya dapat di hadapi dengan rasa sabar. Dan orang tua baik kedua orang tua, nenek dan kakek merasakan kebingungan dengan apa yang di derita oleh anaknya maupun cucunya.

Meskipun apa yang dilanda oleh si mungil tersebut, akan tetapi tidak dapat menghambat semangat belajar (belajar otodidak baik membaca dengan lancar sekitar kurang lebih 3 tahun diakibatkan karena ada rasa takut melihat saudara kandung atau kakaknya belum bisa membaca sehingga mendapatkan hukuman) akan tetapi proses dalam pendidikannya terhambat sehingga jarang masuk sekolah kurang lebih apabila di hitung dalam skala satu semester,.

Kehadiran si mungil dalam bersekolah kurang lebih presentasenya 30% dalam kurun waktu satu semester. Dan pendidikan yang di rasakan si mungil terlalu cepat dengan masuk pendidikan dasar (SD) berumur 5 tahun.

Ketika berlabuh di lamongan, (identik dengan makanan khasnya soto ayam lamongan pada saat berumur 6 tahun, ujian pun dihadapi dengan turunnya hasrat untuk belajar, mudah terpengaruhi oleh lingkungan. Dan taku lupa ujian kebencian pun dihadapi dari segala hujatan secara fisik maupun psikis. Hingga mempunyai hasrat untuk belajar setengah-setengah hingga SMP.

Ketika sudah memasuki jenjang SMA (dulu masuk di Madrasah Aliyah), konsepsi untuk merubah lebih baik pun juga setengah-setengah. Awalnya terealisasi dalam jangka kurun waktu 1 tahun.

Akan tetapi kelanjutannya pun sirna ketika masuk kelas unggulan (XI-Science) dikarenakan halnya tidak punya prinsip dalam hidup sehingga hanyalah foya-foya dan mengutamakan suatu kesengangan dan apatis terhadap hal yang bersifat organisasi ekstrakurikuler (osis, pramuka, dll) karena si mungil mempunyai paradigma itu hanyalah menggali eksistensi sehingga dapat di perhatikan.

Itu hanyalah paradigma yang negatif dengan apa yang di landa oleh simungil, dengan rasa kegelisahan dan terlanjir (atau dalam bahasa jawanya getun). Dengan apa yang dirasakan oleh simungil membangkitkan kembali semangat untuk belajar ketika masuk kelas unggulan (XII Science), akan tetapi juga tidak meninggalkan kesenangan kepada kawan kawan lain untuk bercangkruk bersama ketika pasca sekolah atau mbolos.

Pasca melalui pendidikan menengah (Madrasah Aliyah), berlanjut di pendidikan tinggi di salah satu kampus negeri bagian selatan kota surabaya melalui jalur undangan. Dengan melalui jalur undangan dan melihat pengumuman, akhirnya di terima di jurusan yang berlatar belakang religius. Sebelum diterima di kampus Islam di selatan bagian kota surabaya, si mungil berusaha mendaftarkan diri untuk masuk kampus umum negeri, akan tetapi hanyalah suatu ilusi bagi simungil sehingga masuk kampus islam negeri.

Kampus Islam negeri, kampus yang identik dengan Ke-Islaman. Bahkan marak sekali organisasi-organisasi Keislaman (PMII, HMI, IMM, dan KAMMI) yang menyebar di kampus ini dengan mencari kader sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara apapun. Bahkan si mungil mau mendaftarkan diri di PMII dan HMI untuk mempelajari lebih detail tentang keislaman.

Kemudian si mungil meng-urungkan diri untuk mengikuti PMII dan HMI, dikarenakan kondisi saat itu si mungil mengalami krisis financial sehingga persyaratan untuk membayar pendaftaran tidak terealisasikan.

Muncul nama GmnI (Gerakan mahasiswa nasional Indonesia), organisasi ekstra kampus yang menyebar di kampus Islami. Organisasi non-profit dan pendaftaran tidak dipungut biaya. Maka kesempatan simungil untuk berorganisasi terbuka secara lebar.

Ketika masuk di GmnI, hasrat untuk belajar semakin meningkat tajam sehingga wadah organisasi GmnI lah lebih tepat untuk belajar dan berproses bersama, bahkan simungil merasakan tertantang dengan bergabungnya organisasi GmnI yang mana ajaran-ajaran GmnI berasal dari landasan pemikiran dan perjuangan bung karno dkk. 

Tertantang ketika masuk di GmnI adalah hujatan dan kebencian karena GmnI itu organisasi yang tidak melatarbelakang agama, di identikkan dengan komunisme (Ateisme) tidak bertuhan. Padahal salah satu syarat masuk di GmnI harus berAgama dan berTuhan.

Paradigma seperti itu dari orang lain  yang di tujukan di GmnI dapat di bantahkan oleh simungil bahwasanya paradigma tersebut merupakan ada kesamaan watak antara yang mempunyai paradigma negatif terhadap GmnI dengan Setan. Karena tuduhan merupakan bagian dari kesesatan, kesesatan merupakan watak iblis atau Setan. 

Terbantahkannya paradigma tersebut terbantahkan dengan analisis kritis empieia yang di alami oleh si mungil dengan statement "menjadi seorang GmnI yang nasionalis tidak mempengaruhi keIslaman saya mengarah kepada kesesatan, tak lain diatasnya dari Agama merupakan Nasionalisme", statement tersebut hampir ada kesamaan dengan ulama kharismatik Nadhatul Ulama yaitu K.H Abdurrahman Wahid (atau yang di kenal dengan sapaam Gus Dur).

Maka dari itu simungil tidak merasakan ada keganjalan di GmnI dikarenakan khazanah keilmuannya sangat luas, apalagi keilmuan keagamaan Islam sudah tidak diragukan kembali. Karena Sumber pokok Islam tidak lain antara Al-Qur'an, al-hadits, Ijma' , dan Qiyas. 

Sumber pokok tersebut digali oleh Bung Karno sebagai orang Islam, bahkan Bung Karno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dalam prespektif Ilmu Ushuluddin di IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang menjadi UIN). Karena pemikiran bung karno selalu digali oleh kader GmnI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun