Kalau melihat konflik di internal PDIP saat ini bisa dianggap Ganjar tidak diperlukan sebagai Capres PDIP pada Pilpres 2024, karena PDIP cuma mencalonkan kadernya cuma pada level Cawapres.
Konflik di internal PDIP yang terjadi dua hari terakhir kemarin sudah tidak sehat, pernyataan yang dikeluarkan Bambang Pacul semakin menyudutkan Ganjar. Sebetulnya kalau cuma mau mengusung Puan Maharani sebagai Cawapres Prabowo, tidak perlu juga menyudutkan Ganjar.
Bambang Pacul dengan blak-blakan mengatakan bahwa suksesnya Ganjar dalam pemilihan Gubernur Jawa Tengah, tidak terlepas dari peranan Puan Maharani. Seakan-akan Bambang ingin mengingatkan Ganjar agar tahu diri. (Kumparan)Â
Konflik yang terjadi harusnya tidak perlu di umbar di media, itu kalau memang konflik tersebut murni karena adanya pelanggaran yang dilakukan Ganjar. Lain soal kalau konflik tersebut hanyalah bagian dari dagelan partai, yang sekadar ingin cek ombak tentang seberapa banyak dukungan terhadap Ganjar.
Ditengarai kemungkinan besar PDIP sudah mempersiapkan Puan Maharani untuk mendampingi Prabowo Subianto. Itu artinya PDIP cukup puas berada di posisi RI 2 bukan lagi RI 1. Bisa jadi ini bukan cuma isapan Jempol.
Pada kenyataannya, realitas politik bertolak belakang dengan rencana tersebut. Tanpa diduga PDIP, Ganjar yang merupakan Gubernur Jateng cukup mendapat dukungan masyarakat. Ada kesan Ganjar hanya membawa dirinya sendiri, tanpa mempedulikan partai.
Sebagai kader partai, Ganjar sudah memperlihatkan kinerjanya yang baik sebagai kepala daerah. Mungkin juga apa yang dilakukannya selama ini membuktikan dia adalah pemimpin yang selalu ada di tengah masyarakat. Meskipun aktivitasnya di media sosial pun adalah bagian dari menyapa masyarakat.
Sehebat apa pun kinerja Ganjar kalau PDIP tidak menghendakinya, tetap saja dukungan masyarakat terhadap Ganjar sebagai Capres PDIP tidak ada artinya. Tapi bukan berarti peluang Ganjar sudah habis. Masyarakat tidak peduli Puan, pendukung Ganjar lebih percaya kehendak Tuhan.
Bagi pendukung Ganjar, kalau Tuhan sudah menghendaki Ganjar tidak ada yang bisa menghalanginya. Bagi mereka kalau tidak Ganjar lebih baik tidak memilih sama sekali. Karena mereka mendukung PDIP, karena PDIP adalah partai yang mendukung Ganjar.
Ini adalah sesuatu yang tidak bisa dianggap sepele oleh PDIP, biar bagaimana pun besarnya sebuah partai tidak terlepas dari dukungan masyarakat. PDIP bisa bertahan pada peringkat teratas partai politik selama 2 periode, karena mendukung Jokowi. Itu tidak bisa dinafikan begitu saja.
Kalau melihat sepak terjang Bambang Pacul dalam memperjuangkan Puan Maharani, bukanlah sekadar cek ombak, tapi memang perjuangan antara hidup dan mati. Tidak terbersit sama sekali dalam pikirannya ada ruang bagi Ganjar.
Sementara Ganjar tetap berpikir bahwa, untuk perihal urusan Capres adalah domain ketua umum partai, bukanlah pada level Puan atau pun Bambang. Baginya apa yang dilakukan Bambang Pacul adalah usahanya sebagai petugas partai, sehingga dia tidak meresponnya secara frontal.
Tidak bisa PDIP mengabaikan Ganjar, biar bagaimana pun Ganjar sudah memperlihatkan loyalitasnya pada PDIP. Ganjar adalah kader murni PDIP, bukanlah seperti Jokowi yang dicomot di tengah popularitasnya menjadi kepala daerah.
Ada baiknya konflik Ganjar versus Puan tidak dibiarkan terus menjadi polemik di media sosial. PDIP harus menyelesaikannya secara internal, bukan membiarkan konflik tersebut menjadi konsumsi publik. Lain soal kalau PDIP ingin memanfaatkan konflik tersebut secara politik.
Ambisi PDIP menjadi partai pemenang untuk ketiga kalinya bisa gagal, kalau banyak pendukungnya kecewa. PDIP harus mempertimbangkan secara matang kalau tetap ingin memajukan Puan, baik sebagai Cawapres, atau juga sebagai Capres, karena bukan Puan yang diinginkan masyarakat.
Menentukan calon jangan seperti jargon iklan minyak Telon, yang tidak boleh coba-coba. Buat menentukan Capres kok coba-coba. Sikap pemilih jangan dianggap remeh, kalau sampai ditinggal pemilih, ambisi PDIP menjadi partai pemenang untuk ketiga kalinya bisa gagal.