Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membayar Mahal untuk Sebuah Kepalsuan

21 Januari 2020   19:29 Diperbarui: 21 Januari 2020   19:51 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Betapa rentannya masyarakat terjebak pada kebodohan dan kepalsuan, tidak lagi bisa melihat secara realistis, mana yang emas dan mana hasil sepuhan. Sehingga segala bentuk kepalsuan yang dikemas dengan baik, tidak lagi dilihat kebenarannya.

Tidak sedikit yang berjadi korban penipuan transaksi yang berlebel syari'ah, juga banyak yang terjebak dalam bisinis penggandaan uang, yang dikemas lewat tekhnologi terkini, dan yang menjadi targetnya pun bukan orang sembarangan.

Yang sedang viral, kepalsuan dengan mengatasnamakan kerajaan. Berani membayar mahal kepalsuan seperti itu hanya demi kedudukan yang palsu. Modus penipuan ala Kerajaan Agung Sejagat, di Purworejo, adalah bentuk penipuan gaya baru yang memanfaatkan ketidak-tahuan masyarakat.

Tidak ada bedanya dengan modus penipuan membeli kapling syari'ah yang memanfaatkan tokoh agama, untuk meyakinkan masyarakat yang menjadi target, para pelakunya sudah mempelajari titik kelamahan masyarakat yang menjadi target sasarannya, yang memang sedang mabuk dengan segala hal yang berbau agama.

Sementara Ulama yang kita harapkan bisa menangkal modus penipuan seperti itu, malah ikut terpedaya oleh aksi tipu-tipu orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Bersedia dimanfaatkan hanya karena atas nama agama.

Kelompok yang satu mabuk terhadap kedudukan dan kekuasaan, meskipun dikemas dengan segala kepalsuan. Sanggup membayar mahal sebuah kepalsuan, hanya karena diiming-imingi kedudukan dan kesejahteraan. Sadar menjadi objek penipuan, setelah para pelaku dicokok aparat keamanan.

Sementara kelompok yang lainnya, terhipnotis oleh segala hal yang berlabel syari'ah, dengan label syari'ah seakan-akan sudah menjadi bagian penghuni surga, padahal, yang menjadi pelaku penipuannya sendiri pun, hanya memanfaatkan momentum tersebut semata untuk memperkaya dirinya sendiri.

Inilah fenomena terkini yang menjangkiti kehidupan sosial didalam masyarakat dewasa ini. Ini adalah bagian dari parodi atas perilaku elit yang mabuk kekuasaan, dan gila jabatan.

Itulah kenapa manusia dilahirkan dan diberikan akal oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, agar manusia berbeda dengan mahkluk lainnya, agar manusia bisa mencerna segala bentuk tipu daya. Tidak mudah tersesat, dan disesatkan.

Manusia menjadi buta akal, ketika dia cuma mengharap dunia, menjadi tersesat saat dia dikuasai nafsunya, menjadi buta mata karena tidak ingin melihat kebenaran sesungguhnya, kehilangan hati, ketika dia tidak mampu mengendalikan perasaannya.

Memang benar kalau dikatakan pendidikan tidak menjamin kepintaran seseorang, karena banyak juga orang yang tidak berpendikan lebih pintar menyiasati hidup, sebaliknya yang berpendidikan, banyak yang salah memanfaatkan kepintarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun