Puisi "Konfiguran Rasa" dari merupakan puisi karya AivAtko31 dari buku antologi puisi berjudul "Gema tak Berima" yang diterbitkan pada tahun 2019. Berikut analisis puisi "Konfiguran Rasa" lewat 2 pendekatan: semiotika dan psikologi sastra.
A. Analisis Semiotika (Makna Tanda dan Simbol)
Semiotika memandang puisi sebagai kumpulan tanda, simbol, dan makna tersembunyi. Dalam puisi ini, terdapat beberapa simbol utama:
 1. "Hukum Newton Satu"
Ini adalah simbol keteraturan dan kestabilan: benda akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan jika tidak ada gaya luar. Dalam konteks cinta, simbol ini menunjukkan bahwa hubungan tokoh liris berjalan statis---tanpa perubahan, hambar, dan akhirnya stagnan.
2. "Konfigurasi elektron di reaksi kimia"
Simbol ini menyiratkan pergerakan, ketidakstabilan, dan perpindahan dalam relasi. Elektron yang dilepas dan diterima menggambarkan relasi cinta yang pasang surut---masuk dan pergi tanpa kepastian.
3. "Meninggalkanku dengan sejuta harapan yang pupus"
Metafora ini mengandung tanda keterputusan antara harapan dan kenyataan. Kata "sejuta" berfungsi sebagai hiperbola, mempertegas kehancuran emosional yang masif.
 4. "Bertemankan luka"
Ini bukan hanya ungkapan kiasan, tapi simbol bahwa luka telah menjadi bagian permanen dari eksistensi tokoh liris. Luka bukan lagi lawan, tapi teman perjalanan.
Kesimpulan semiotik:
Puisi ini dipenuhi simbol intelektual dan emosional yang saling bersinggungan. Ilmu eksakta dijadikan bahasa patah hati, seolah menunjukkan bahwa bahkan yang logis pun tak luput dari kegagalan rasa.
B. Analisis Psikologi Sastra
Melalui pendekatan psikologi sastra, kita menyelami kondisi batin tokoh liris dan kemungkinan motivasi di balik puisinya.
1. Mekanisme pertahanan diri: Humor dan rasionalisasi
Kalimat "Biar-lah sejenak aku menertawakan diriku" adalah bentuk self-defense. Ia menertawakan diri bukan karena bahagia, tetapi sebagai pelindung dari sakit hati yang terlalu dalam. Rasionalisasi lewat hukum sains juga adalah upaya melogikakan perasaan yang tidak bisa dikendalikan.