Mohon tunggu...
Aisyah Azis
Aisyah Azis Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenali Tradisi Desa mu

1 April 2017   23:25 Diperbarui: 4 April 2017   15:12 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Setiap daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda. Istilah  Adat dalam islam biasa disebut dengan  ‘urf atau kebiasan, yang mana kebiasaan ini masih tetap  dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya. Pada umumnya  kebiasaan-kebiasaan ini masih bisa kita saksikan jika kita bertempat tinggal di desa-desa yang masih memegang teguh adat istiadat.

Sebagai penganut agama islam yang baik, patut diketahui bahwa  ada beberapa ‘urf  yang tidak  bertentangan dengan syariat islam dan ada pula ‘urf yang bertentangan dengan syariat islam. Tetapi dalam artikel ini kita akan membahas ‘urf yang tidak bertentangan dengan syariat islam. Seperti halnya kebiasaan yang terdapat di Desa Kedungsari, kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo. Pendduduk Desa tersebut mayoritas berprofesi sebagai petani. Para petani akan panen 3 kali dalam satu tahun, karena bukan daerah dataran tinggi mayoritas para petani hanya menanami padi dan jagung. Ada kalanya hasil panen mereka melimpah ruah dan ada masa dimana para petani  gagal panen.

 Sebelum panen tiba, para petani di Desa kedungsari mempunyai kebiasaan yang cukup unik dan lain dari pada yang lain. Masyarakat sekitar biasa menyebutnya dengan istilah “Bibitan” atau pembibitan. Seperti halnya ketika akan panen padi, petani akan membuat bibit sendiri dari hasil panen sebelumnya. Dengan membuat tempat bibit sesuai dengan banyak bibit yang mereka butuhkan. Satu hari sebelum panen ada upacara doa yang biasa dilakukan para petani di Desa Kedungsari. Ada beberapa menu atau bahan-bahan yang diperlukan untuk upacara doa tersebut, seperti halnya jenang merah, jenang putih, ketupat, tumpeng dan beberapa bumbu dapur. Setiap menu makanan dan bahan-bahan tersebut mengandung filosofi.

 Setelah menyiapkan menu makanan dan bahan-bahan yang dibutuhkan petani akan membawanya ke sawah mereka. Upacara doa dimulai dengan dipimpin oleh si pemilik sawah yang akan dipanen. Setelah memanjatkan puji-pujian kepada Allah, si pemilik sawah akan memepersilahkan siapa saja yang ingin memakan menu yang telah dipersiapkan. Upacara tersebut diakhiri dengan makan bersama dan terkadang saling berebut makanan atau bumbu dapur.Upacara doa tersebut dilakukan  sebagai bentuk syukur kepada Allah, karena dengan seizin Allah  petani masih bisa menikmati hasil panen mereka.

 Dari kebiasaan yang terdapat pada Desa kedungsari, selain kewajiban kita menjaga dan melestarikan. Terdapat beberapa hal yang dapat kita simpulkan bahwa Tali silaturahmi antar masyarakat akan semakin erat, sebagai bentuk syukur kita kepada Allah sekaligus shodaqoh meskipun hanya dengan menyajikan makanan-makanan yang sederhana.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun