Tahun pertama berlalu, aku kini sudah duduk di bangku kelas dua. Karena kelas homogen hanya satu kelas, maka kelas kami anggotanya tetap. Bersyukur tidak harus adaptasi, toh tetap bisa berteman dengan lain kelas di kegiatan ekstra kurikuler.
Seperti hal nya anak yang beranjak menuju remaja, kami sudah mulai tertarik dengan lawan jenis, walaupun sebatas teman-temanan. Begitu juga kami, Â Lilit dan Henhen sering bercerita tentang seseorang yang menjadi teman dekatnya. Masliah juga sering bercerita meski masih malu-malu. Aku biasanya hanya sebagai pendengar saja, karena aku memang belum tertarik untuk memiliki teman dekat. Semuanya aku hanya menaganggap teman biasa. Teman biasa itu kan bebas untuk bercerita apapun tanpa terhalang jaim-jaim ngga jelas.
Ketika aku sampai pada kelas dua semester dua , aku mulai tertarik dengan seseorang. Dia adalah kakak kelas tetapi beda sekolah. Hahaha aku memang kurang tertarik dengan teman satu sekolah karena melihat teman-temanku kalau berhubungan dekat dengan teman satu sekolah itu kalau putus jadi marah-marahan. Ada juga yang sampai musuh-musuhan. Aku nggak menginginkan hal itu makanya aku berprinsip kalau punya teman dekat itu jangan satu sekolah.
Sepulang sekolah seperti biasa aku suka bersantai di kamar atasku sambil nyanyi-nyanyi tembang yang lagi hits pada masa itu. Lagi kerasnya teriakanku tiba-tiba ada yang tersenyum dan melihatku. Aku kaget dan langsung berhenti nyanyi. Dia melambaikan tangan padaku tapi aku keburu malu jadi langsung ngumpet. Beberapa saat aku intip, barangkali sudah hilang dari situ. Eh dia masih tetap duduk di atas batu sambil main-main air sungai. Rumah uaku memang mengahadap sungai.
Sore hari aku pergi ke warung yang ada di belakang rumah uaku. Sambil naik tangga tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang.
" Ani, kapan mau nyanyi lagi? " tanyanya sambil berjalan menghampiriku.
" Ih apaan sih, ketahuan suka ngintip orang ya..." Kataku sambil menutupi rasa malu. Dia malah tertawa aku jawab seperti itu.
" Seneng sih dengerin yang nyanyi." Ujarnya sambil masih tetap tersenyum. Dalam hati aku mikir kenapa sih senyam senyum melulu. Jangan-jangan dia sering ngintip aku teriak-teriak dari atas.
" Sudah lama ya tadi duduk di batu? " tanyaku sambil meliriknya,
" Setiap hari." Jawabnya sambil cengir. Ih dalam hati aku menggerutu.
" Hah masa? Ujarku "Memang nggak ada kerjaan ya?"