Mohon tunggu...
Aisyah Nisrina Mumtaz
Aisyah Nisrina Mumtaz Mohon Tunggu... Lainnya - Islamic Economics Student at Airlangga University

assalamualaikum semuanya haloo namaku aisyah nisrina mumtaz biasa dipanggil ais ;))

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Isu Kesetaraan Gender Masih Belum Tuntas di Indonesia

19 Juni 2022   21:00 Diperbarui: 19 Juni 2022   21:06 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sampai saat ini, diskriminasi gender di Indonesia masih menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Pertama kali yang dipikirkan saat mendengar kata 'gender' adalah laki-laki dan perempuan. Berbeda dengan jenis kelamin, gender sendiri merupakan cara mereka mengekspresikan diri melalui tindakan yang terbentuk dari lingkungan di sekitarnya. 

Kesetaraan gender hadir untuk tidak saling membanding-bandingkan dan menatap semuanya memiliki hak yang setara. Namun, sebagian masyarakat masih ada yang memandang rendah suatu gender. Masih ada di antara mereka yang beranggapan bahwa gender yang dimilikinya lebih unggul.

Contohnya pada saat pemilihan kepemimpinan suatu organisasi atau politik lainnya, seringkali kandidat perempuan diremehkan karena dianggap lemah dan tidak bisa menjadi pemimpin yang benar. Kejadian ini juga tidak jarang terjadi pada lingkungan sosial di masyarakat. Mereka (kaum laki-laki) yang terlanjur memandang lemah perempuan akan melakukan tindakan semena-mena, seperti pelecehan seksual. 

Mereka akan memaksa korban untuk bersedia dilecehkan, yang sudah jelas bahwa ini melanggar hak asasi manusia itu sendiri. Padahal, perempuan juga memiliki hak yang setara di bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya.

Kasus diskriminasi tersebut tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi laki-laki juga bisa mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Ketika ada perempuan dengan penampilan maskulin atau tomboy, mereka akan berkomentar memuji atau yang baik seperti, keren, kece, cakep, dll. 

Akan tetapi, berbeda dengan laki-laki yang berpenampilan feminis, pasti orang-orang akan mengatakan bahwa itu merupakan hal yang aneh.

Pemikiran bahwa 'laki-laki tidak boleh menangis' juga merupakan hal yang salah. Mereka memandang bahwa laki-laki adalah sosok yang sangat kuat, sehingga akan terlihat lemah seperti perempuan saat menangis. Padahal, menangis merupakan bentuk ekspresi seseorang ketika merasa sedih, dan ini tidak melihat status gender orang tersebut. Alhasil, mereka akan lebih memilih untuk memendam emosi tersebut,  yang mana bisa berdampak pada mental health seseorang.

Media sosial dapat menjadi wadah yang tepat saat ini untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya memandang setara atas gender. Misalnya pada aplikasi Tiktok. Banyak sekali orang yang menggunakan aplikasi tersebut untuk  meng-upload video hasil karyanya. 

Tak jarang, video yang muncul di FYP (for your page) akan menjadi viral. Hal ini merupakan kesempatan bagi kita untuk bisa membuat konten yang menarik tentang kesetaraan gender, seperti melakukan obrolan santai dengan mengajak beberapa orang untuk bersedia berkolaborasi bersama. 

Obrolan tersebut dapat berupa isu-isu yang sedang terjadi pada saat itu, atau bisa juga membahas tentang pendapat mereka mengenai feminitas dan maskulinitas.

Maka dari itu, marilah kita sebagai mahasiswa mengambil langkah yang tepat untuk bergerak memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun