Penyelenggaraan Haji Indonesia Butuh Manajemen Kelas Dunia: Orkestrasi Lintas Lembaga Menuju Layanan Prima
Raksasa Haji Dunia yang Butuh Orkestrasi Hebat
Setiap tahun, Indonesia mengirimkan lebih dari 220 ribu jamaah haji ke Tanah Suci, menjadikannya negara pengirim jamaah haji terbanyak kedua di dunia setelah Pakistan.
Angka ini bukan hanya statistik, melainkan cerminan dari skala tanggung jawab negara dalam mengelola ibadah yang menjadi puncak spiritual umat Islam.Â
Mengurus ratusan ribu warga negara yang menunaikan ibadah lintas negara, lintas bahasa, lintas usia, dan lintas latar belakang sosial adalah pekerjaan luar biasa kompleks.
Ini bukan sekadar urusan keberangkatan dan pemulangan, tetapi mencakup layanan akomodasi, konsumsi, transportasi, kesehatan, keamanan, hingga perlindungan diplomatik selama di luar negeri.
Di sinilah pentingnya melihat haji sebagai proyek nasional berskala besar yang memerlukan orkestrasi kelas dunia.
Sayangnya, selama ini manajemen haji masih cenderung terfragmentasi. Penyelenggaraannya lebih banyak dibebankan pada satu atau dua institusi, yakni Kementerian Agama atau nantinya beralih ke Badan Penyelenggara Haji (BPH) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), tanpa koordinasi menyeluruh dengan kementerian dan lembaga lain yang memiliki peran strategis.
Padahal, pengalaman negara lain menunjukkan bahwa keberhasilan haji terletak pada kemampuan negara dalam menyatukan semua elemen dalam satu sistem terintegrasi, mulai dari kebijakan fiskal, logistik, diplomasi, teknologi, hingga layanan darurat.
Dengan skala sebesar ini, haji Indonesia tidak bisa lagi dikelola dengan pendekatan administratif semata, melainkan membutuhkan pendekatan manajerial berskala nasional yang melibatkan orkestrasi seluruh komponen negara.Â