Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

HP Google Anti Maling

16 Mei 2025   15:52 Diperbarui: 16 Mei 2025   16:18 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HP Bukan Sekadar Alat, Tapi Seperti Istri Kedua

Di era digital, status ponsel telah berubah drastis. Jika dulu ponsel hanya dipakai untuk menelepon atau berkirim SMS, kini ia telah menjelma menjadi benda yang lebih dari sekadar alat komunikasi. Ia menjadi pusat dari segala aktivitas, mulai dari pekerjaan, hiburan, transaksi keuangan, hingga relasi personal. Bahkan, hubungan kita dengan ponsel tak ubahnya relasi emosional yang rumit. Tak heran jika ada guyonan populer: istri lupa dijemput, disuruh naik taksi, tapi kalau HP tertinggal di Bogor, sang suami rela balik 50 kilometer hanya demi benda mungil itu. Ungkapan ini tidak berlebihan. Dalam kehidupan banyak orang, HP sudah seperti "istri kedua", selalu dekat, selalu dipegang, dan selalu ditanya keberadaannya kalau menghilang sebentar saja.

Kita bangun tidur, yang dicari pertama kali bukan pasangan hidup, tapi ponsel di sisi bantal. Kita tidur pun, alarm dan notifikasi HP yang menentukan jam biologis. Bahkan dalam acara keluarga atau makan malam, ponsel masih sering duduk di atas meja, seolah jadi tamu kehormatan. Ponsel juga menyimpan hal-hal yang kadang tak diketahui pasangan: chat rahasia, histori pencarian, sampai akun e-wallet cadangan. Maka tak berlebihan jika kita menyebutnya "istri kedua", karena ia punya akses paling privat dan prioritas tak tergoyahkan.

Di tengah ketergantungan ini, keamanan HP menjadi sangat krusial. Pencurian ponsel tak lagi sekadar kehilangan benda, tapi kehilangan separuh hidup. Data pribadi, akses ke rekening bank, foto keluarga, hingga pekerjaan semua tersimpan di sana. Maka ketika Google mengembangkan sistem keamanan HP anti maling, itu bukan cuma soal teknologi, tapi soal menjaga nyawa digital kita agar tak jatuh ke tangan yang salah. Dan mungkin, itu juga bentuk pengakuan tak langsung bahwa HP kini punya peran lebih besar dari yang kita sadari, seolah benar-benar bagian dari identitas dan keberadaan kita sehari-hari.

Google dan Revolusi Keamanan: HP Dicuri, Tapi Tak Bisa Dinikmati

Google, sebagai raksasa teknologi yang mengendalikan sistem operasi Android, memahami betul betapa pentingnya menjaga keamanan ponsel di tengah meningkatnya kasus pencurian. Oleh sebab itu, mereka terus mengembangkan fitur-fitur canggih yang membuat HP Android tidak hanya sulit dibobol, tapi juga tidak bernilai jika jatuh ke tangan yang salah. Salah satu gebrakan terbarunya adalah fitur anti-pencurian berbasis AI yang mampu mengunci dan melumpuhkan perangkat secara otomatis, bahkan saat tidak terhubung ke jaringan internet atau setelah dilakukan factory reset. Intinya, maling bisa mencuri bodinya, tapi jiwanya tetap milik pemilik sahnya.

Dalam sistem Android terbaru, ada integrasi teknologi pengenalan perilaku yang dapat mendeteksi aktivitas mencurigakan. Misalnya, ketika seseorang mencoba mengakses mode pemulihan, mengganti SIM card secara paksa, atau mencoba login dengan akun yang berbeda, sistem akan langsung mengaktifkan "Lockdown Mode", sebuah fitur darurat yang memblokir seluruh akses dan membuat ponsel nyaris tak berguna. Bahkan, lokasi terakhir sebelum mati pun tetap terekam, memperbesar kemungkinan pemilik asli melacaknya. Semua ini dirancang untuk satu tujuan: membuat HP hasil curian tidak lagi menarik di mata pasar gelap.

Lebih dari sekadar mengunci layar, Google membuat sistem yang memproteksi akses ke data internal dan memastikan bahwa HP yang hilang tidak bisa "dihidupkan kembali" layaknya zombie digital. Bahkan jika perangkat dibongkar, sistem keamanan chip-level akan membuat seluruh perangkat mati total secara fungsi. Dalam istilah sederhana, pencurian HP kini ibarat mencuri mobil tanpa mesin: bisa didorong, tapi tidak bisa dijalankan. Hal ini membuat banyak pelaku kejahatan mulai mundur, karena hasil curian tidak bisa dijual atau dimanfaatkan, bahkan untuk onderdil sekalipun.

Langkah Google ini bukan hanya soal proteksi, tapi juga strategi perubahan perilaku. Ketika pencurian tidak lagi menguntungkan, maka pelakunya akan berpikir dua kali. Dunia ideal bukanlah dunia tanpa kejahatan, tapi dunia di mana kejahatan tidak lagi menguntungkan. Dengan menghilangkan nilai ekonomi dari ponsel curian, Google membawa Android ke tingkat keamanan yang tidak hanya melindungi perangkat, tapi juga menjaga ketenangan psikologis penggunanya. Kini, jika HP hilang, setidaknya pemiliknya bisa tenang karena tahu satu hal: perangkat itu tidak bisa dinikmati oleh siapapun kecuali dirinya sendiri.

Masa Depan Anti Maling: Misi Mustahil dan Mimpi Self-Destruct

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun