Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Jakarta Tajir, tapi Ketimpangan Menganga

28 April 2025   11:53 Diperbarui: 28 April 2025   19:51 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kota Jakarta (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Jakarta Tajir, Tapi Ketimpangan Menganga

Jakarta, Megah dalam Anggaran, Sempit dalam Keadilan

Di tengah kemegahan ibu kota, Pramono Anung memilih langkah berani: menolak program pemutihan pajak kendaraan.

Bukan tanpa alasan. DKI Jakarta memang bukan provinsi biasa. Dengan wilayah administratif yang hanya terdiri dari lima kota dan satu kabupaten, Jakarta mengelola APBD raksasa, mencapai Rp91,34 triliun di tahun 2025.

Sementara itu, provinsi dengan cakupan dan jumlah penduduk jauh lebih besar seperti Jawa Barat hanya memiliki APBD Rp31,68 triliun. Provinsi Banten bahkan lebih kecil, hanya Rp13,2 triliun.

Jika bicara daya fiskal, Jakarta tidak bisa dibandingkan dengan daerah lain, ia berdiri di atas puncak piramida keuangan Indonesia.

Namun kemegahan angka ini menyisakan ironi yang dalam. Jakarta memang kaya secara kas daerah, tapi sempit dalam distribusi keadilan.

Penduduk Jakarta, meskipun "hanya" sekitar 10,67 juta jiwa pada 2025, tetap menghadapi tantangan pelik: biaya hidup mahal, keterbatasan hunian layak, dan kesenjangan akses layanan publik.

Kota ini menjadi ajang kontras antara gedung-gedung mewah SCBD dengan deretan rumah sempit di gang-gang padat.

Dengan APBD yang seharusnya mampu memperbaiki kehidupan warganya secara merata, pemberian pemutihan pajak kepada kalangan yang mampu memiliki 2--3 mobil terasa seperti kejahatan sosial terselubung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun