Tata Niaga Gas 3 Kg, Menjamin Akses dan Subsidi yang Tepat Sasaran
Gas LPG 3 kg atau yang dikenal sebagai "gas melon" merupakan barang bersubsidi yang ditujukan untuk masyarakat miskin dan usaha mikro. Pemerintah melalui berbagai regulasi berupaya memastikan tata niaga gas melon berjalan efektif agar subsidi yang diberikan tepat sasaran.
Namun, dalam implementasinya masih banyak tantangan, mulai dari distribusi yang tidak merata, penyelewengan, hingga maraknya penggunaan oleh masyarakat yang sebenarnya tidak berhak.
Selama sepekan terakhir, masyarakat di berbagai daerah mengalami kegaduhan akibat kelangkaan gas LPG 3 kg. Banyak laporan menyebutkan bahwa harga gas melon di tingkat pengecer melonjak tajam, bahkan melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Kelangkaan ini memicu antrean panjang di berbagai pangkalan resmi, sementara beberapa warga harus rela membayar lebih mahal di pengecer agar tetap mendapatkan kebutuhan gas mereka. Dugaan penimbunan dan distribusi yang tidak efektif menjadi penyebab utama permasalahan ini.
Kegaduhan ini dipicu oleh perubahan beleid terkait distribusi gas LPG 3 kg yang diumumkan oleh Menteri terkait. Kebijakan baru ini mengatur sistem distribusi dengan lebih ketat dan menuntut registrasi berbasis data kependudukan guna memastikan bahwa hanya masyarakat yang benar-benar berhak yang dapat membeli gas bersubsidi.
Namun, transisi kebijakan ini belum berjalan mulus, menyebabkan ketidakpastian di lapangan, terutama di kalangan agen, pangkalan, dan masyarakat pengguna. Banyak pangkalan yang mengalami keterlambatan pasokan, sementara beberapa konsumen yang sebelumnya mudah mendapatkan gas 3 kg kini menghadapi kendala administratif.
Selain itu, pemerintah melarang pengecer gas melon untuk menjual elpiji kepada masyarakat mulai 1 Februari 2025. Dengan kebijakan ini, masyarakat tidak lagi bisa membeli elpiji 3 kilogram yang biasa dilakukan melalui pengecer. Akibatnya, gas melon untuk orang miskin menjadi semakin sulit didapatkan.
Kondisi ini membuat masyarakat harus antre untuk memperoleh elpiji di pangkalan lantaran susah mendapatkan gas tersebut di pengecer. Kebijakan ini diambil dengan tujuan memastikan distribusi yang lebih terkendali dan tepat sasaran, tetapi implementasinya masih menimbulkan kendala di lapangan.
Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan mengatasi kesulitan warga membeli LPG 3 Kg setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia per 1 Februari 2025 melarang pengecer menjual gas bersubsidi itu untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Presiden Prabowo memerintahkan pengecer bisa menjual LPG 3 Kg. Sebanyak 370 ribu pengecer bakal menjadi subpangkalan dengan aplikasi Pertamina.