Mohon tunggu...
Galeri Cerita Ani Wijaya
Galeri Cerita Ani Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - The taste of arts and write

Kisah cinta umpama sebuah buku. Kau tetap akan membaca selembar demi selembar meskipun telah tahu akhir ceritanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bersemi Cinta di Musim Gugur

19 Februari 2016   15:06 Diperbarui: 19 Februari 2016   15:27 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari, saat ini tersenyum lebih ramah. Gumpalan awan putih, beriringan memberikan keteduhan. Awal musim gugur, di Ontario, Quebec. Canada.

Menyusuri sepanjang jalan Niagara Parkway. Adalah kegiatan yang paling berkesan, saat menghabiskan waktu di musim gugur. Kilauan keperakan sungai, berpadu serasi dengan gradasi warna merah dan kecoklatan. Dari daun-daun maple, oak, dan elm.

Menjelang sore, sesosok gadis, menuntun sepeda klasik keluar dari pekarangan rumah. Semua orang memanggil gadis lincah itu, ‘Berry’.

Ia menghentikan kayuhan, saat menemukan jajaran pohon maple rindang. Memunguti daun-daun kering. Lalu mengumpulkan dalam tas selempang rajut, yang tersampir di pundak. Kemudian duduk di tepian sungai, beratapkan keteduhan maple. Untuk membuka kotak makanan di dalam keranjang sepeda.

Beberapa kerat roti tersusun bersama sekotak ‘Poutine’. Makanan khas Quebec, terdiri dari kentang goreng yang disiram saus gravy dan potongan keju. Buatan granny tersayang. Hm…nyam!

Secubit demi secubit roti, ia berikan pada keluarga angsa. Mereka tengah bercengkerama, sambil mengapung di sungai. Ramai dan riuh. Berry membuka kotak berisi poutine. Suapan pertama, membuat indera pengecap, seakan berada di atas awan putih yang empuk.

Namun bunyi sepeda jatuh mengagetkan. Ia urung melanjutkan suapan kedua. Dengan segera menutup kotak bekal, lalu langsung memeriksa ke tempat sepeda terparkir.

“Kau tak apa-apa?” selidik Berry. Demi melihat seorang pemuda yang baru saja  menabrak sepeda.  Usia mereka hampir sama, terlihat dari postur tubuh pria muda itu.

“Aku baik–baik saja,” jawab pemuda itu sambil terengah, ”tapi aku sedang mengejar topiku.” Keringat perlahan mengucur di pelipis, ia sapu dengan jaket jeans berwarna biru pudar.

“Topimu?” tanya Berry, masih tak mengerti.

“Iya, dia lari begitu cepat.” Sekali lagi ia menyeka keringat di wajah menggunakan kaos hitam yang tak kalah belel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun