Bepergian ke suatu tempat, tetapi sengaja tidak membagikannya di media sosial?
Di era digital, liburan sering kali identik dengan unggahan Instagram Story dari bandara ataupun stasiun, video sinematik di TikTok, hingga deretan foto estetis di feed. Seolah, perjalanan yang tidak terdokumentasikan di media sosial terasa kurang "berarti".
Namun, di tengah tren ini, muncul fenomena baru bernama Quiet Vacation---liburan diam-diam tanpa unggahan, tanpa update lokasi, tanpa pengumuman ke siapa pun.Â
Apakah ini bentuk kebebasan baru atau justru cara melarikan diri dari ekspektasi sosial?
Ketika Liburan Tidak Lagi Tentang Konten
Dulu, perjalanan terasa cukup dengan menikmati pemandangan dan pengalaman baru. Sekarang, banyak orang merasa perlu mengabadikannya dalam bentuk konten. Bahkan, sering kali kita lebih sibuk memilih filter daripada menikmati keindahan matahari terbit secara langsung.
Namun, tren Quiet Vacation hadir dengan prinsip sebaliknya. Mereka yang memilih konsep ini lebih fokus pada pengalaman personal dibanding validasi online.
Artinya, tidak ada pengumuman sebelum berangkat, tidak ada unggahan lokasi secara real-time, dan tidak ada tekanan untuk menciptakan feed Instagram yang sempurna.
Menurut laporan Harvard Business Review (2024), individu yang sering membagikan momen liburannya di media sosial cenderung mengalami tekanan sosial yang lebih besar.
Bukan hanya soal keinginan untuk memamerkan sesuatu, tetapi juga tuntutan untuk terlihat menikmati perjalanan dengan cara yang dianggap "ideal" oleh audiens mereka.
"Ketika kita terlalu fokus pada bagaimana liburan kita terlihat di mata orang lain, kita bisa kehilangan pengalaman autentik dari perjalanan itu sendiri," kata Dr. Amelia Park, seorang psikolog sosial.