Mohon tunggu...
Aisyah Ramadhani
Aisyah Ramadhani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Psikologi UNJ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup Kita Punya Siapa?

14 Juli 2019   22:26 Diperbarui: 14 Juli 2019   22:29 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sering mendengar teman atau orang di sekitar ngomel-ngomel sendiri ketika terlambat karena macet? Atau mendengar teman-teman kita yang sebel kulitnya hitam gara-gara matahari? Atau mendengar orang tua memarahi anaknya sambil bertanya, "Kamu kok bandel banget, sih?". 

Sebenarnya kalau kita sudah tahu jalan yang kita lewati setiap hari selalu macet dan bisa membuat kita terlambat, dan sebenarnya kita bisa memikirkan jalan alternatif atau transportasi lain, apakah masih salah jalannya? 

Kalau kita tahu matahari memang selalu memancarkan sinar UVA yang bisa merusak kolagen serta sinar UVB yang bisa membakar kulit dan merusak melanin, sementara kita bisa menutupi kulit dengan pakaian atau melindunginya dengan berbagai macam produk pelindung matahari, apa tetap masih salah mataharinya? Dan soal orang tua yang bingung kenapa anakanya bisa bandel, padahal dia tahu bahwa dia sendiri yang membesarkan anaknya, apa masih salah anaknya?

Kebiasaan sebagian besar orang, mungkin hampir semua, adalah menyalahkan faktor lain di luar diri untuk hal yang terjadi pada dirinya. Kalau bisa membebankan kepada orang lain, kenapa kita harus menanggung sendiri resiko dari keputusan yang kita ambil, kesalahan yang kita buat, atau secara umum semua tanggung jawab kita? Kenapa? Karena kita tidak mau melukai diri sendiri. 

Dalam psikologi hal ini termasuk dalam mekanisme pertahanan diri,  yang disebut dengan Proyeksi/menyalahkan orang lain atas kesalahan yang kita buat (Hapsari, 2017).  

Alasan paling besar kenapa kita kerap melakukan hal ini adalah karena takut dengan konsekuensi yang akan datang apabila kita berdiri untuk hal yang kita lakukan sendiri. Bentuk lain dari membebankan masalah pada orang lain adalah membiarkan orang lain mengambil keputusan untuk diri kita. 

Seperti orang yang kalau ditanya akan balik bertanya, atau melontarkan, "Gue ngikut Lu aja, deh.", bukannya hanya sekedar membiarkan orang lain menentukan pilihan pada hal yang akan kita jalani, kebanyakan dari kita bahkan sama sekali tidak tahu apa yang kita mau. 

Kenapa kita sering melakukan ini? Karena kalau pada akhirnya kita tidak suka pada jalan yang 'sudah dipilihkan untuk kita', kita bisa dengan mudah menyalahkan orang lain dan berkomentar, "GUE BEGINI 'KAN GARA-GARA DIA." Menurut teori Erik Erikson, hal ini terjadi karena pada masa kanak-kanak awal kita tidak diajarkan cukup hal mengenai otonomi oleh orang tua, seperti orang tua yang tidak memperbolehkan anak-anak mencoba hal baru atau melakukan hal sendiri, mempermalukan atau memarahi mereka ketika mengompol di tempat umum. Hal ini menyebabkan anak mengembangkan rasa malu dan rasa ragu.

Lalu apa dampaknya kalau kita terlalu menggantungkan diri kita pada hal sekitar?

1. Tidak menyadari potensi diri. Coba bayangkan berapa hal yang mungkin sudah bisa kita gapai kalau kita lakukan dengan kehendak sendiri tanpa pertimbangan orang lain, tanpa memikirkan apa yang orang lain akan katakan, atau tanpa takut mengambil resiko yang mengikutinya.

2. Toleransi berlebihan pada hal negatif. Memberi toleransi pada keterlambatan yang berulang-ulang, kekerasan, kesalahan yang besar, semua karena kita bergantung pada orang yang melakukan hal-hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun