Mohon tunggu...
Airil Yudhantara
Airil Yudhantara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tukang ketik aja

Cuma orang yang kerjanya nyatet aja, soalnya takut lupa. tahu sendiri lah yang namanya inspirasi sekelebetan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentara Peradaban

1 Mei 2020   06:00 Diperbarui: 1 Mei 2020   06:27 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Koleksi Tropen Museum via Tirto.id

Diawali masa penjajahan Belanda, ketika pemerintahan belanda di Indonesia yang dipimpin oleh Johannes Van Den Bosch mengalami defisit anggaran yang digunakan untuk pembiayaan militer serta untuk pembayaran hutang akibat perang Diponegoro (1825-1830). Setelah pengangkatan dirinya sebagai Gubernur jendral di Indonesia, Van Den Bosch mengemban tugas berat untuk mengisi kembali kas pemerintahan yang kosong. 

Maka dari itu, beliau memaksimalkan usaha nya untuk mengumpulkan dana dengan memfokuskan kebijaksanaannya dalam peningkatan produksi tanaman ekspor. Penduduk diwajibkan minimal 20% atau seperlima tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor yang laku di pasar eropa seperti tebu, nila, dan kopi. 

Sedangkan untuk penduduk yang tidak memiliki tanah diwajibkan menyisihkan sebagian hari kerja nya selama 75 hari dalam setahun untuk bekerja bagi pemerintah. Hampir 10 tahun berjalan tanam paksa memberikan dampak positif bagi pemerintahan Belanda. 

Uang kas yang tadinya kosong menjadi terpenuhi bahkan surplus, hutang terlunasi, bahkan Amsterdam sukses menjadi kota pusat perdagangan dunia. Namun hal tersebut menjadi ironis yang sangat memilukan bagi pribumi kita. Di mana para buruh tani yang pada masa itu bekerja bagi pemerintah hanya diberi upah kecil bahkan sampai tidak dibayar, tingkat kemiskinan yang kritis, serta wabah penyakit dan kelaparan dimana-mana. Bahkan tercatat total sekitar 100.000 nyawa menjadi bayaran atas diberlakukannya sistem tanam paksa. 

Setelah tanam paksa banyak menuai protes dari berbagai kalangan di belanda, pada tahun 1860 tanam paksa tidak diberlakukan lagi. Alih-alih rakyat pribumi diperlakukan manusiawi, Kaum imperialisme mengganti Cultuurstelsel dengan perbudakan cara baru dengan mengadakan peraturan (Poenale Sanctie), untuk menjamin tersedianya tenaga murah bagi perkebunan-perkebunan. 

Berjuta-juta buruh tani diikat kontrak yang berdasarkan pada "Ordonansi Kuli" dimana jika bekerja kurang keras sedikit saja buruh tani sudah dapat dihukum cambuk dengan rotan dalam arti ikatan tersebut adalah ketentuan hukunan bagi mereka yang menyalahi kontrak. 

Di sinilah awal penderitaan buruh tani di tanah jawa. Para kuli kerap menjalani penyiksaan tak terperi kemanusiaan. Mereka disiksa di tempat terbuka supaya menimbulkan dampak jera kepada kuli-kuli lainnya. Tidak jarang kuli disekap tanpa makan minum, dicambuk, sampai diseret kuda dengan tangan terikat. 

Banyak juga yang disiksa dan dipukuli dengan daun jelatang lalu disiram air sehingga seluruh tubuh membengkak, hingga ditusuk bagian bawah kukunya dengan pecahan bambu. Itu semua belum cukup memuaskan tuan kebun. Bahkan, kuli perempuan digosok kemaluannya dengan merica halus. 

Namun dengan perlawanan rakyat, ditahun 1931 peraturan ini di hapuskan secara berangsur-angsur. Kaum kapitalis monopoli yang menguasai seluruh kehidupan ekonomi dan politik, berusaha mendapat untung sebesar-besarnya dengan jalan melakukan penghisapan yang kejam, membayar kaum buruh serendah-rendahnya, dan menguras kekayaan alam Indonesia. Keadaan ini membangkitkan kaum buruh untuk terus-menerus mengadakan perjuangan melawan kapitalis monopoli.

Setelah belanda mengalami kekalahan melawan jepang di Kalijati. Maka masa penjajahan Belanda telah berakhir. Pada perjanjian Kalijati Belanda menyerahkan Indonesia kepada kekaisaran Jepang. Di bawah penjajahan Jepang, segeralah kaum fasis Jepang mendirikan organisasi yang bermaksud mengerahkan tenaga manusia indonesia sebanyak-banyak untuk dikerja paksakan guna keperluan perang yang biasa kita sebut dengan (Romusha). 

Perjuangan kaum buruh terus berlanjut, akibat sistem penindasan fasis yang diterima para kaum buruh. Hak berapat, mengeluarkan pendapat, hak berserikat, dan semua hak demokrasi ditiadakan. Kaum buruh harus bekerja keras dibawah ancaman bayonet dan pedang samurai tentara Jepang yang menjaga di pabrik-pabrik, kantor-kantor, perkebunan-perkebunan, dll. 

Kelaparan, wabah penyakit, kemelaratan, pelacuran, dan kematian luas di mana-mana adalah akibat dari adanya kekuasaan fasisme Jepang di indonesia. Inilah awal lahirnya sebuah gerakan anti-fasis didalam pergerakkan kaum buruh di Indonesia, Menimbulkan berbagai macam pemberontakan oleh kaum buruh di berbagai daerah. 

Tentunya semangat ini menular hingga ke semua golongan masyarakat Indonesia untuk menumpas kekuasaan fasisme Jepang di Indonesia, hingga pada akhirnya Indonesia biasa merebut kemerdekaan itu. Tidak bisa dipungkuri bahwa kaum buruh mempunyai kontribusi besar dan telah menjadi bagian dari sejarah pergerakan perjuangan bangsa Indonesia, selain fungsinya sebagai motor penggerak roda ekonomi agar menjadi negara maju mereka juga menjadi Pioneer-pioneer untuk melawan segala bentuk penindasan terhadap rakyat Indonesia terutama kaum buruh.

Hari ini penjajahan itu sudah berlalu. Kini kaum buruh mesti terus melakukan perjuangan untuk tetap memperoleh hak kesejahteraannya. Setelah ancaman keberadaan Tenaga kerja asing dan teknologi. Pemerintah yang dianggap tidak memihak pada rakyat, khususnya buruh dengan menerapkan RUU Cipta Kerja serta omnibuslaw yang dinilai pro kepada investor. Kini para buruh dihadapkan juga dengan situasi sulit ditengah pandemi yang terjadi saat ini. 

Pemutusan hubungan kerja terjadi di mana-mana, akibat pabrik-pabrik mengalami penurunan tingkat produksi. Pimpinan para pelaku industri pun kini mati kutu, karena tidak sanggup lagi untuk membayar gaji para buruh. Solusi saat ini yang bisa diambil oleh pemerintah adalah memastikan Insentif korban PHK, lalu Tunjangan Hari Raya yang diatur di PP nomor 78 tahun 2015, atau kelonggaran penagihan kredit bagi setiap buruh yang terdampak PHK.

Situasi pandemi belum jelas kapan berakhir, Pertanyaannya dapatkah mereka bertahan dari ancaman itu? Nanti ketika situasi pulih kembali Dapatkah mereka bersaing dengan para tenaga kerja asing dengan tingkat intelektualitas diatasnya mereka? Siapkah mereka akan revolusi industri bangsa ini yang diarahkan pada robotic, komputerisasi, dan digitalisasi yang serba otomatis tersebut? 

Mari tetap berjuang wahai kaum buruh, jangan berhenti sampai disini karena kalian pantas di beri penghargaan sebesar-besar oleh bangsa ini. Lanjutkan perjuangan kalian. Kalianlah tentara peradaban bangsa sesungguhnya.


Selamat hari buruh internasional 1 Mei 2020 untuk kalian semua para tentara peradaban bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun